REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah negara belum lama ini melaporkan adanya anak-anak yang dirawat akibat Covid-19 mengalami gejala peradangan parah yang mirip dengan kondisi penderita penyakit Kawasaki. Apakah ada kaitannya antara penyakit Kawasaki dan Covid-19?
Dosen Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr dr Najib Advani SpA(K) MMed (Paed) menjelaskan, Kawasaki merupakan penyakit yang sudah ditemukan sejak tahun 1967. Namun, hingga saat ini tidak diketahui penyebabnya dan peneliti masih mencari tahu hal itu.
"Walaupun begitu, obat untuk penyakit ini sudah ditemukan," ujarnya.
Najib mengungkapkan, tahun 2005 sudah disinggung mengenai korelasi antara virus corona dan Kawasaki. Ada penelitian di Amerika Serikat yang menyatakan ada sembilan persen dari 895 balita yang sakit saluran pernapasan ternyata positif terinfeksi virus corona.
Saat itu, menurut Najib, virus corona yang menyerang adalah New Haven coronavirus. Mereka yang terinfeksi mengalami gejala seperti demam, batuk, pilek, penapasan tidak teratur, dan kadar oksigen dalam darahnya rendah. Gejala tersebut hampir sama dengan penderita Kawasaki.
"Kemudian isu tersebut pudar. Tiba-tiba, dengan adanya Covid-19, muncul lagi isu hubungan antara Kawasaki dengan virus corona,” ungkapnya kepada Republika.co.id belum lama ini.
Najib menjelaskan, kasus Kawasaki di Amerika dan Eropa cenderung jarang, bila dibandingkan Jepang, China dan Korea. Belakangan, data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa pasien anak (usia nol sampai 19 tahun) yang positif Covid-19 menunjukkan gejala seperti demam di atas tiga hari dengan gejala ruam, mata, bibir, tangan, dan kaki memerah.
Mereka juga mengalami syok dan tensinya turun. Selain itu, anak-anak yang menderita Covid-19 itu juga mengalami kelainan jantung, misalnya ada gangguan jantung, peningkatan enzim jantung, serta peningkatan pembekuan darah. Gejala inilah yang membuatnya mirip gejala Kawasaki.
“Ini disebut sindrom peradangan multisistem. Dasarnya penyakit Covid-19 dengan ada gejala mirip Kawasaki, tapi bukan Kawasaki menimbulkan Covid-19," jelasnya.
Najib mengungkapkan, kasus pasien cilik Covid-19 yang mengalami sindrom peradangan multisistem tidak ditemukan di Jepang. Padahal, Jepang paling banyak kasus Kawasaki di dunia.
Dalam setahun, belasan ribu kasus Kawasaki terpantau menjangkiti anak Jepang. Negara tetangga Jepang juga tidak menemukan kasus seperti itu.
"Indonesia juga belum ketemu dua sampai tiga bulan ini, termasuk Kawasaki yang mirip Covid-19," ungkap Najib yang pernah merawat anak-anak dengan penyakit Kawasaki.
Mengenai kecurigaan penyakit Kawasaki muncul karena infeksi virus corona, Najib mengatakan, mungkin ada kaitannya. Akan tetapi, itu belum terbukti.
Untuk mengatasi Kawasaki mirip Covid-19, menurut Najib, penanganannya akan sesuai dengan penyakit Kawasaki. Namun, anak yang mengalaminya perlu menjalani uji swab sebagai tes Covid-19.
"Kalau dites , mirip Kawasaki, laju endap darah meningkat. Kawasaki dan Covid-19 bergitu juga. Ada kemiripan, tapi tidak sama,” jelasnya.
Kasus di Amerika Serikat
Di Ohio dan Pennsylvania, jumlah kasus anak positif Covid-19 yang dirawat dengan sindrom peradangan multisistem terus bertambah. Tim dokter dari berbagai bidang keahlian pun belum bisa menguak penyebabnya.
"Kami berspekulasi bahwa infeksi virus corona sebetulnya tak berdampak parah pada anak, tetapi itu bisa memicu respons imun yang berpekan-pekan kemudian membuat sistem kekebalan tubuh malah menyerang banyak organ," ungkap dokter spesialis jantung anak dari Akron Children's Hospital Dr Ira Taub yang merupakan salah satu anggota tim dokter peneliti kasus sindrom peradangan multisistem pada anak dan remaja, seperti dikutip dari laman WKBN, Rabu (4/6).
Para pakar mencatat bahwa kasus sindrom peradangan itu punya pertanda yang tumpang tindih dengan penyakit Kawasaki dan sindrom syok. Gejalanya termasuk sakit perut berat, kehilangan nafsu makan, pembengkakan di sekitar perut, demam, ruam, mata merah, dan nyeri sendi.
Gejala tersebut bisa muncul beberapa hari hingga beberapa pekan setelah terkena Covid-19.