REPUBLIKA.CO.ID, MARYLAND -- Menurut studi baru-baru ini, kerusakan hutan tropis di seluruh dunia meningkat pada tahun lalu. Data yang direkam oleh kelompok riset lingkungan, World Resources Institute dan University of Maryland mengungkapkan, hilangnya hutan tropis tua atau hutan primer dunia sekitar tiga persen lebih tinggi daripada saat 2018 dan kerugian terbesar ketiga sejak 2002.
Berarti area seluas lapangan sepak bola hilang setiap enam detik selama tahun tersebut. Selain itu, para peneliti memperkirakan hilangnya hutan tropis primer mengakibatkan pelepasan lebih dari dua miliar ton karbon dioksida.
Seperti yang dilansir dari Fox News, Ahad (7/6), sejak 2000, dunia telah kehilangan sekitar 10 persen dari tutupan pohon tropisnya. Hanya 2016 dan 2017 yang jauh lebih buruk, yakni ketika panas dan kekeringan menyebabkan kebakaran dan deforestasi, terutama di Brasil.
Brasil bertanggung jawab atas lebih dari sepertiga dari total angka yang dilaporkan. Di bawah kebijakan anti lingkungan Presiden Jair Bolsonaro, penggundulan hutan Amazon melalui tebang habis tampaknya sedang meningkat.
Agustus 2019, Bolsonaro mendapat kecaman luas dari kelompok-kelompok lingkungan hidup dan para pemimpin dunia atas kebakaran hebat. Namun, Mikaela Weisse, yang memimpin program Global Forest Watch, mengatakan pada The New York Times bahwa kobaran api sebenarnya berkontribusi relatif sedikit terhadap total hilangnya hutan primer Brasil, yakni sekitar 3,4 juta hektare.
Hanya sekitar seperlima api yang terbakar di hutan primer. Sebagai gantinya, data yang terima dari program pemantauan hutan pemerintah Brasil dan proyek lainnya menunjukkan peningkatan penebangan hutan primer untuk pertanian.
“Meskipun tren hutan primer secara keseluruhan hanya kenaikan kecil, kami berpikir deforestasi semakin buruk,” kata Weisse.
Weisse melanjutkan ada begiitu banyak upaya dan retorika internasional seputar pengurangan deforestasi. Perusahaan serta pemerintah membuat semua komitmen bahwa mereka akan mengurangi setengah dari hilangnya hutan tropis mereka.
“Fakta itu tersebut mengkhawatirkan kita,” ujarnya.
Sisi lain, perkiraan untuk 2020 tidak lebih cerah karena pandemi COVID-19 masih merajalela. Weisse mengatakan, pembatasan mobilitas dan pemotongan anggaran yang kurang jelas sebagai akibat dari kejatuhan ekonomi karena pandemi global, dapat menghambat upaya untuk menegakkan undang-undang anti-deforestasi.
“Aktor-aktor jahat akan mencoba mengambil keuntungan dengan lebih banyak pembalakan liar, penambangan, pembukaan hutan dan perburuan,” kata Weisse.
Tetapi, analisis deforestasi lainnya menunjukkan hasil yang berbeda. Pada Mei, dua badan PBB, menggunakan data dari masing-masing negara, melaporkan deforestasi di seluruh dunia rata-rata sekitar 25 juta hektare setahun sejak 2015. Ada juga beberapa tanda yang menggembirakan bahwa upaya pengurangan deforestasi membuahkan hasil di 2019.