Senin 08 Jun 2020 18:35 WIB

Wali Murid Minta Bobot Nilai UN SD di PPDB SMA/SMK Dikurangi

Walaupun UN ditiadakan, formulasi tersebut tidak relevan untuk diterapkan.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Orang tua wali murid melihat pengumuman Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMU di SMU 8 Yogyakarta, Senin (8/6). PPDB SMA/SMK di DIY 2020 ini diwarnai kontroversi setelah formulasi perhitungan nilai gabungan diubah dengan menjadikan nilai Ujian Nasional (UN) SD sebagai salah satu pertimbangan,
Foto: Wihdan Hidayat/ Republika
Orang tua wali murid melihat pengumuman Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMU di SMU 8 Yogyakarta, Senin (8/6). PPDB SMA/SMK di DIY 2020 ini diwarnai kontroversi setelah formulasi perhitungan nilai gabungan diubah dengan menjadikan nilai Ujian Nasional (UN) SD sebagai salah satu pertimbangan,

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Formulasi perhitungan nilai gabungan pada PPDB SMA/SMK 2020 di DIY yang diubah dengan menjadikan nilai Ujian Nasional (UN) SD sebagai salah satu pertimbangan mendapatkan respons negatif dari wali murid. Kebijakan ini pun diminta untuk direvisi kembali. 

Untuk bobot perhitungan nilai ini awalnya diambil dari rata-rata nilai rapor sebesar 80 persen, rata-rata nilai UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen.

Formulasi tersebut diubah menjadi rata-rata nilai rapor ditambah dengan nilai UN SD dengan total bobot sebesar 80 persen, nilai rata-rata UN sekolah dalam empat tahun terakhir sebesar 10 persen dan nilai akreditasi sekolah sebesar 10 persen.

Salah satu wali murid, Eko Budi mengatakan, walaupun UN ditiadakan pada 2020 ini karena pandemi Covid-19, formulasi tersebut tidak relevan untuk diterapkan. Jika memang nilai UN SD ini tetap dipaksakan dalam perhitungan nilai gabungan PPDB SMA/SMK di DIY, maka bobotnya harus dikurangi. 

"Jika memang dengan rumusan awal di revisi dan dipaksakan nilai UN SD masuk dengan alasan itu potensi awal anak, maka akan lebih bijak jika rumusan untuk UN SD menjadi 10 persen," kata Eko kepada Republika saat dihubungi melalui sambungan telepon di Yogyakarta, Senin (8/6). 

Dengan begitu, nilai rapor dalam perhitungan nilai gabungan ini tetap 80 persen dan 10 persen lainnya diambil dari akreditasi sekolah. Untuk itu, ia berharap agar kebijakan ini kembali diubah dengan mengedepankan keadilan bagi seluruh peserta didik. 

"Ini sebagai jalan tengah (karena UN SD dipaksakan masuk). Ini lebih fair dan masuk akal menurut saya," ujar Eko. 

Kebijakan ini diubah oleh Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY dengan alasan nilai rapor yang standarnya berbeda di masing-masing sekolah. Menurut Eko, nilai rapor selama proses belajar di jenjang pendidikan SMP merupakan representasi peserta didik yang sebenarnya. 

"Dasar penilaian (ketika di SMP) pun sudah diatur dengan mekanisme KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) oleh pemerintah, walau tidak dipungkiri adanya subjektivitas sekolah. UN SD sudah diapresiasi dengan sebagai dasar seleksi waktu mendaftar ke jenjang SMP dan jangan digunakan lagi saat mendaftar SMA/SMK," jelasnya. 

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) DIY enggan berkomentar terkait hal ini saat dihubungi Republika pada Senin (8/6). "Ke Dikpora mawon nggih (ke Dikpora saja ya)," kata Aji. 

Sebelumnya, PPDB 2020 SMA/SMK di DIY tidak hanya dipertimbangkan dari nilai rapor saat SMP. Namun, nilai UN SD juga menjadi pertimbangan dalam PPDB SMK/SMK 2020 yang dilakukan secara daring/online ini.

Kebijakan ini diambil oleh Disdikpora DIY dengan pertimbangan nilai rapor yang tidak memiliki standar yang jelas. Dalam artian, standar dari nilai rapor ini ditetapkan oleh masing-masing sekolah dan standarnya berbeda-beda.

"Kalau hanya rapor saja, itu standarisasinya diragukan. Diubah karena tahun ini kan tidak ada UN. Karena saat Covid-19 ini tidak ada alat ukur yang paling standar selain UN untuk masuk SMA," kata Kepala Bidang Perencanaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan Disdikpora DIY, Didik Wardaya kepada Republika. 

Untuk PPDB SMA/SMK ini sendiri telah dimulai dengan melakukan input data pada 2 hingga 10 Juni 2020. Sementara, proses pendaftaran baru akan dimulai pada 29 Juni hingga 1 Juli 2020.

"Sebelumnya pengambilan token dulu pada 22 sampai 25 Juni, cukup mengunggah surat keterangan lulus atau ijazah dan kartu keluarga (KK)," kata Didik.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement