REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Iman Sugema
Kini semakin jelas bahwa kita semua memiliki interpretasi yang berbeda-beda tentang apa itu pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang baru saja dilansir oleh pemerintah. Variasi pendapat terjadi antar pemangku kebijakan dari mulai tingkat RT sampai dengan tingkat nasional.
Begitupun kita sebagai masyarakat awam terlalu kerap berdebat tentang Covid-19 memalui media sosial dan chat room. Seorang teman sempat memberi sindiran cukup tajam bahwa di era digital seperti sekarang ini pada akhirnya kita semua berbicara seolah-olah kita adalah ahli Covid-19 dan tragisnya apa yang kita lakukan hari ini tidak mencerminkan keahlian tersebut. Lain yang diomongkan, lain pula yang dilakukan.
Ingin bukti? Kalau Anda berada di zona merah seperti Jabodetabek, seringkali Anda temukan teman Anda sendiri di pusat perbelanjaan ataupun bank dan teman Anda itu tidak memakai masker dan baju lengan panjang. Bahkan banyak teman Anda yang lupa untuk sementara menanggalkan kebiasaan cipika cipiki. Hebatnya lagi teman Anda itu selalu berbusa-busa dalam membahas pandemik Covid-19.
Hal-hal seperti ini sering terjadi pada kita semua, tak peduli apakah kita orang yang berpendidikan tinggi atau rendah, pejabat atau rakyat biasa, berpangkat ataupun tidak. Hal ini sangatlah lumrah terjadi.
Mengganti kebiasaan tidak semudah membalik telapak tangan. Karena itu pemangku kebijakan dan pengurus perusahaan di berbagai tingkatan perlu membuat arahan-arahan kecil untuk mengubah kebiasaan masyarakat.
Di sinilah nudge theory dapat berperan. Nudge adalah trik sederhana untuk mengarahkan orang berbuat sesuai dengan yang kita tuju. Tentunya tujuan tersebut harus baik, misalnya membiasakan orang memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak dan tetap berada di rumah. Berikut adalah contohnya.
Contoh nudge yang paling klasik adalah tempat kencing pria di toilet Bandara Schiphol Amsterdam. Pria pada umumnya kesulitan untuk mengarahkan air kencing supaya tidak muncrat keluar bak urinoir. Apalagi kalau kita baru saja bepergian jauh dan harus menahan kencing. Akibatnya, tempat kencing harus sering dibersihkan agar tidak bau pesing dan bagi pengelola toilet tentunya hal ini menambah biaya pemeliharaan.
Uniknya, di Bandara Schiphol di setiap urinoir disisipkan gambar lalat kecil berwarna hitam tepat di sebelah kiri atas saluran pembuangan. Tujuannya adalah agar setiap orang mengarahkan air kencingnya ke gambar lalat tersebut.
Efeknya adalah cipratan air kencing berkurang sebesar 80 persen dan tentunya biaya pembersihannya menjadi turun drastis. Tentu saja nudge tidaklah harus selalu dalam bentuk gambar. Ia bisa dalam bentuk marka atau tanda, alat, tata cara atau prosedur, pra-sayarat sederhana dan bahkan bisa juga dalam bentuk aplikasi.
Beberapa hal sederhana ini mungkin bisa diadopsi oleh pemerintah daerah dan dunia usaha. Contoh pertama adalah marka dan peralatan di beberaoa tempat usaha. Untuk mensosialisakan penjarakan fisik (physical distancing) pada umumnya bank mengatur antrean dengan cara membatasi jarak antar konsumen baik yang berdiri maupun yang duduk.
Sebagian tempat duduk diberi tanda silang untuk menjami jarak antar konsumen minimal satu meter. Tempat berdiri pun diberi tanda bulatan atau gambar telapak kaki. Masuk ruangan Anda diwajibkan cuci tangan, ada yang pakai disinfektan dan ada pula yang pakai sabun dan air. Menyentuh mesin ATM ataupun EDC Anda disediakan tisu sekali pakai.
Bertransaksi dengan teller Anda dibatasi dengan kaca ataupun plastik. Kalau saja dunia usaha menerapkan hal ini terus menerus maka kebiasaan masyarakat dalam bertransaksi bisnis akan berubah total dan kita tidak usah beradu urat leher apakah harus lockdown atau social distancing. Masyarakat dengan sendirinya sadar dan patuh tanpa disuruh atau dipaksa.
Contoh berikutnya adalah yang paling menarik dan mungkin bisa dicontoh oleh toko eceran pada umumnya. Sebuah toko kecil di Bogor menerapkan prosedur sederhana sebagai berikut. Pemilik toko sadar bahwa barang-barang yang dia pajang bisa menjadi media transmisi virus. Masalahnya, konsumen terbiasa untuk pegang-pegang barang yang mengakibatkan risiko tertular menjadi tinggi.
Karena itu konsumen tidak diperbolehkan masuk toko supaya toko dan pegawainya tetap steril. Konsumen harus pesan lewat WA dan melakukan pembayaran melalui transfer bank, Gopay, OVO atau Link Aja. Pesanan di bungkus dengan bungkusan yang sudah disterilkan dan diberikan di depan toko. Alhasil, konsumen patuh dan pesanan tetap ramai.
Contoh lainnya adalah kewajiban lapor ke pak RT satu kali 24 jam untuk warga yang terpaksa pergi ke luar rumah untuk keperluan apa pun. Setiap hari dikeluarkan dafftar warga yang berstatus kuning dan merah melalui WA grup. Merah adalah bagi warga yang pernah bepergian ke zona merah. Kuning adalah bagi warga yang keluar rumah tapi masih di luar zona merah.
Hal-hal di atas adalah contoh kecil dari nudge. Kreatifitas masyarakat hampir tidak ada batasnya. Setiap partisipasi sekecil apa pun akan sangat berharga dalam menebar optimisme untuk memerangi Covid-19.
Mari kita sebarkan hal-hal sederhana ini tanpa suara nyaring yang bikin ruwet pikiran. Rakyat hanya butuh arahan sederhana saja untuk patuh. Semoga kita bisa.