REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta mewaspadai soal adanya ancaman deglobalisasi pangan. Hal itu dapat terjadi lantaran setiap negara kini mulai lebih mementingkan kebutuhan pangan dalam negeri ketimbang melakukan ekspor.
Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria mengatakan, wacana dari deglobalisasi menjadi momentum kuat bagi Indoneisa untuk memperkuat kemandirian pangan. Sebab, ketidakpastian baru pada sektor perdagangan komoditas pangan antar negara muncul akibat dampak wabah Covid-19.
"Kita perlu memikirkan betul keamanan pangan kita pasca Agustus. Ketika pemerintah meyakinkan akan aman, tentu kita harus dukung," kata Arif dalam Webinar Sekolah Bisnis IPB, Selasa (6/9).
Pihaknya pun memaparkan, setidaknya terdapat tujuh hal penting yang harus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian pangan dalam jangka menengah. Pertama, yakni gerakan produksi skala rumah tangga. Kedua, mendorong substitusi pangan impor, seperti mie berbahan gandum yang saat ini terus meningkat impornya.
Ketiga, penyempurnaan sistem data dan informasi pertanian dan perikanan secara spasial diiringi teknologi berbasis 4.0. Keempat, reforma agraria dan pengendalian konversi lahan. Kelima, mempercepat regenerasi petani. Keenam, mengatasi food loss dan food waste. Ketujuh, yakni invoasi pertanian berbasis teknologi 4.0.
"Kita sekarang memasuki era new normal, sebelum memasuki kembali era re-normal. Petani bisa menjadi potential winner, oleh karena itu perlu kerja keras yang besar bagi petani kita," ujarnya.