Kamis 11 Jun 2020 19:32 WIB

Lebih dari 50 persen Nazir di Indonesia Dikelola Individu

Individu kelola 50 persen nazir di Indonesia.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Lebih dari 50 persen Nazir di Indonesia Dikelola Individu. Foto: Ilustrasi Wakaf
Foto: Foto : MgRol112
Lebih dari 50 persen Nazir di Indonesia Dikelola Individu. Foto: Ilustrasi Wakaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak 66 persen dari ratusan ribu nazir di seluruh Indonesia dikelola secara individu, bukan yayasan ataupun lembaga. Hal ini disampaikan Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) Hendri Tanjung dalam sebuah diskusi melalui tayangan video langsung pada Kamis (11/6).

"Tentang di daerah, yang bagaimana masih tradisional, ini kemampuan nazirnya sebenarnya. Peta nazir wakaf di Indonesia, 66 persen dari jumlah yang ratusan ribu itu individu nazirnya," kata Hendri menanggapi pertanyaan mengapa BWI kurang menonjol di publik.

Baca Juga

Kondisi tersebut, lanjut Hendri, membuat sulit bagaimana BWI meningkatkan kapasitas nazir di daerah. "Kalau nazirnya yayasan atau lembaga, itu kita lebih enak, apalagi isinya anak-anak muda, itu akan lebih enak. Tetapi kita tentu terus berusaha meningkatkan kapasitas mereka (66 persen nazir)," paparnya.

Selain itu menurut Hendri, penilaian terhadap BWI memang tidak bisa diukur dari seberapa intens kemunculannya di publik. Sebab BWI bukan institusi yang perannya bersentuhan langsung dengan masyarakat. Namun BWI sendiri sejauh ini telah memiliki capaian yang luar biasa.

"Kita sudah memberi izin 143 BMT (Baitul Maal Wa at-Tamwil) untuk menjadi nazir wakaf uang. Dan ini luar biasa pencapaiannya. Kita pun sudah meluncurkan wakaf sukuk," kata dia.

BWI juga, kata Hendri, telah mengeluarkan program untuk membantu penanganan pandemi Covid-19. "Untuk Covid-19 ini, kita mengeluarkan program namanya Kalisa, Wakaf Peduli Indonesia," ujarnya.

Direktur Pendidikan dan Penelitian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat menuturkan, dana sosial keagamaan termasuk wakaf dari hasil investasi, berperan mentransformasikan masyarakat di garis kemiskinan menjadi bankable. Dana tersebut sangat berperan membuat warga miskin naik kelas.

"Kita tahu tujuan ekonomi dan keuangan syariah itu untuk memperbaiki kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan itu, maka harus bicara dari masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan," tutur dia.

Sutan melanjutkan, ekonomi dan keuangan syariah dapat membantu persoalan itu. "Inilah peran penting dana sosial keagamaan itu, yaitu mengangkat masyarakat dari garis kemiskinan dan mengantarnya menjadi bankable. Semua itu memerlukan ekosistem pendukung, di antaranya regulasi yang mendukung, menyiapkan SDM unggul," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement