REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Teknik menceritakan sebuah kisah atau story telling dianggap menjadi nilai tambah bagi wisatawan saat berkunjung ke suatu destinasi wisata. Narasi yang baik dianggap mampu menghidupkan suasana dalam meningkatkan pengalaman berwisata, terutama pada situs-situs warisan dunia seperti di Candi Prambanan.
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraan Kegiatan (Events) Kemenparekraf Rizki Handayani dalam keterangannya, Jumat (12/6), menjelaskan ilmu tentang teknik penyampaian nilai-nilai melalui story telling di media sosial dengan cara dan metode tertentu terbukti mampu menambah pengalaman berwisata dan menarik orang untuk mengunjungi suatu destinasi wisata.
"Melalui media ini, nilai-nilai tersebut dapat disampaikan secara naratif baik melalui visual, audio, photo caption, ataupun kombinasi tiga metode tersebut," kata Rizki Handayani.
Ia juga mengatakan kunci kesuksesan dari menghidupkan narasi dalam aktivitas pariwisata ini tidak lepas dari usaha untuk menyesuaikan arus psikologi pengunjung dengan aktivitas penceritaan.
"Anak-anak muda sekarang, kalau tidak bercerita dengan baik mereka cenderung akan bosan dan tidak mau berkunjung lagi. Untuk itu, narasi yang dibangun melalui story telling yang baik, akan mampu memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat, menambah pengalaman berkunjung wisatawan, hingga membangun rasa penasaran bagi orang-orang untuk mengunjungi situs-situs tersebut," ujarnya.
Rizki sempat berbicara dalam saat Webinar Wisata Heritage dengan tema "Mengangkat Nilai-Nilai Produk Wisata Warisan Budaya Dunia dengan Gaya Bercerita Millenial" Kamis (11/6).
Narasumber yang hadir dalam Webinar Wisata Heritage adalah Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta Manggar Sari Ayuati. Sementara narasumber kedua adalah Astrid Savitri, seorang penulis konten yang membahas Story telling Produk Wisata melalui Media Sosial.
Pada kesempatan yang sama, Manggar Sari Ayuati menjelaskan peta penyebaran situs di kawasan Prambanan terdapat kurang lebih 30 situs yang bisa dieksplorasi. Sembilan situs berlatar agama Hindu seperti Candi Prambanan, Kedulan, Barong, Ijo, Miri, Pondok, Ganesha Dawangsari, Sumur Bandung, dan Randu Gunting.
Kemudian 14 situs berlatar agama Buddha seperti Sewu, Bubrah, Lumbung, Ghana, Plaosan, Sojiwan, Kalasan, Sari, Pakem, Bugisan, Bogem, Sumber Watu, Dawangsari, dan Banyunibo. Satu situs pemukiman Ratu Boko, satu situs Perbengkelan Gupolo. Lima situs tidak teridentifikasi latar belakang keagamaannya seperti Tinjon, Watu Gudig, Karang, Sanan, dan Patihan.
“Kawasan Prambanan merupakan sebuah kota kuno (ancient city) terbukti dari banyaknya peninggalan budaya yang ada. Dan merupakan peninggalan Kerajaan Mataram kuno yang merupakan sebuah peradaban yang maju dengan segala organisasi kenegaraan yang telah terstruktur dengan baik sehingga menjadi salah satu peletak dasar kehidupan bernegara di Indonesia,” katanya.
Manggar juga menjelaskan nama-nama desa yang berada di sekitar Prambanan menunjukkan adanya kesinambungan dengan masa lalu, seperti nama Desa Taji dan Pulowatu.
“Nama-nama tersebut merupakan nama watak dalam kerajaan Mataram kuno sebagaimana tercantum dalam prasasti-prasasti pendek di Candi Plaosan,” katanya.
Sementara itu, menurut Astrid Savitri, penyampaian cerita akan meningkatkan nilai suatu produk wisata. Pencerita yang baik harus memiliki sudut pandang, struktur dan alur cerita, serta empati kemanusiaan.
“Pencerita yang baik adalah pengamat dan penyimak yang baik. Ia dapat menceritakan sebuah objek atau situasi dengan kata-kata yang baik. Tipsnya adalah menggunakan kalimat sederhana dan sependek mungkin serta menghindari kalimat yang bersayap. Perbanyak deskripsi dan gunakan kalimat aktif, selektif mengutip dan perkaya diksi dengan cara banyak membaca, menonton, dan menyimak,” ujarnya.