REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis anak Dr dr Novie Amelia Chozie SpA(K) menjelaskan pada dasarnya bayi dan anak sampai remaja berisiko tinggi kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi ini berdampak buruk pada tumbuh kembang anak, karena itu sebaiknya penuhi asupan zat besi anak dengan baik.
Kekurangan zat besi pada bayi terjadi pada bayi prematur, bayi kembar, dan bayi yang sudah mendapatkan susu sapi pada usia kurang dari satu tahun. Risiko tinggi juga dialami oleh bayi yang mendapatkan air susu ibu (ASI), namun sampai usia enam bulan belum mendapatkan makanan pendamping ASI (MPASI) atau bayi yang mendapatkan susu formula tanpa fortifikasi besi.
Menurut Novie, risiko tinggi kekurangan zat besi terjadi pada anak usia satu sampai lima tahun yang kebanyakan minum susu sapi, susu kambing, atau susu kedelai, susu yang tidak di fortifikasi besi. Konsumsi susu disebut banyak jika lebih dari 700 ml per hari.
Anak yang obesitas atau kegemukan juga berisiko kekurangan zat besi. Anak yang kurang mengonsumsi makanan yang mengandung besi juga berisiko kekurangan zat besi.
Remaja putri yang mengalami menstruasi berat juga berisiko mengalami kekurangan zat besi. Demikian juga mereka yang mengikuti pola diet tertentu juga berisiko kekurangan asupan besi.
Kekurangan zat besi rentan dialami anak dari bayi sampai remaja. Karena itu, pastikan anak selalu mendapatkan sumber gizi yang mengandung zat besi.
Sumber makanan yang mengandung zat besi adalah daging merah, ayam dan telur. Zat besi juga bisa didapatkan dari sayur-sayuran atau dengan memberikan suplementasi zat besi sesuai dengan anjuran dokter.
"Namun, memang yang lebih mudah diserap adalah sumber zat besi hewani," kata Novie.