Senin 15 Jun 2020 13:54 WIB

Ketika Kulit Kita Tersentuh Corona

Apa yang terjadi ketika virus corona hingga di kulit manusia?

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Natalia Endah Hapsari
Pria dengan masker melintasi jalan yang sepi (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE / JUSTIN LANE
Pria dengan masker melintasi jalan yang sepi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Kasus virus corona kian bertambah setiap harinya di Indonesia. Sejumlah tindakan pencegahan pun sudah sering digaungkan pemerintah, serta pihak berwenang, seperti cuci tangan selama 20 detik, jaga jarak, hingga kebijakan kerja dari rumah.

Saat ini memang sudah ada pemberitahuan resmi dari WHO, menyoal virus corona yang dapat bertahan di udara. Namun, masyarakat diminta jangan panik dulu. “Ya itu memang informasi terkini. Ini kan virus baru, dan seluruh lembaga di dunia sedang pelajari ini untuk cegah dan cari tahu. WHO baru saja umumkan bahwa virus ini bisa menular dari udara, tapi kita jangan langsung panik dan berpikir udara kita penuh virus,” ujar peneliti dari Lembaga Biologi Molekul Eijikman, Prof Herawati Sudoyo.

Sistem imun tubuh seseorang ternyata sangat berpengaruh pada kerentanan infeksi virus corona. 

Lantas sebenarnya apa yang terjadi ketika virus corona hingga di kulit manusia?

Ketika virus corona menempel pada kulit seseorang, maka kulit yang akan menyerap virus dan apabila sistem imun kuat, maka ia akan menyerang virus. “RNA virus corona ini, dia bisa masuk dengan fusi, seperti satu sel dengan sel lain bersatu. Kayak ditelan oleh sel kita. Jadi membran sel ini yang akan tangkap dia,” ungkap dia.

Setelah kulit menelan RNA virus corona ini, kemudian dia bisa menginjeksi, lalu memasukkan RNA-nya ke dalam tubuh. Sel tubuh yang juga sistem imun ini akan tahu RNA virus corona ini adalah makhluk asing dan lalu bisa menangkis. Tetapi kalau sistem imun rendah, apalagi terpapar RNA virus lebih banyak, maka akan RNA itu akan lebih kuat dari tubuh itu sendiri.

Kemudian tes massal yang akan dilakukan, menurut Prof Hera, sebenarnya adalah berdasarkan antibodi atau sistem imun seseorang. Bisa saja bereaksi silang dengan virus lain, yang kemudian bisa menjadikan hasil seseorang dinyatakan positif. Kalaupun dikatakan negatif, tetap harus berhati-hati.

“Kalau masih awal-awal penyakit, antibodi terhadap virus ini belum banyak terbentuk, itu hasilnya bisa negatif. Sehingga menutup suatu daerah, belum bisa dikatakan akan menghentikan penularan atau tidak,” papar Prof Hera.

Hingga saat ini, belum ada kepastian jelas tentang obat yang dapat menyembuhkan infeksi virus corona ini. Meskipun Klorokuin dan Avigan disebut-sebut layak dicoba, tetap penggunaannya tidak bisa sembarangan dan harus dengan arahan dokter.

“Itu sebenarnya tidak spesifik untuk corona, tapi sudah dicoba sebelumnya hanya dalam waktu yang pendek dan terbatas. Obat biasanya diuji kembali sebagai multicenter. Beberapa lembaga akan uji yang sama dan bagaimana memusnahkan virus tersebut. Ini masih dilakukan. Namun pada kasus yang memang berat, ini mungkin bisa dicoba,” papar Prof Hera lagi.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement