Jumat 19 Jun 2020 01:32 WIB

Cara Bijak Menggunakan Kata 'Jangan' pada Anak

Untuk hal-hal yang berbahaya orang tua boleh menggunakan kata jangan.

Sejumlah anak bermain ayunan berputar di salah satu wahana permainan anak yang mulai beroperasi kembali di Palu, Sulawesi Tengah.
Foto: ANTARA/BASRI MARZUKI
Sejumlah anak bermain ayunan berputar di salah satu wahana permainan anak yang mulai beroperasi kembali di Palu, Sulawesi Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terlalu banyak melarang anak melakukan sesuatu memang bisa berisiko membuatnya tumbuh menjadi sosok yang malu dan suka ragu-ragu. Tetapi adakalanya buah hati melakukan hal berbahaya semisal bermain dengan soket atau colokan listrik.

Lalu bagaimana cara membahasakan larangan yang tepat pada anak?

Baca Juga

"Biasanya usia 1-3 tahun, senang sekali sama colokan listrik. Tangannya dimasukkan, atau alat tulis, kertas dimasukkan ke situ. Itu kita bisa bilang, "Hei bahaya, jangan"," ujar psikolog klinis, Ratih Ibrahim dalam konferensi pers virtual Peluncuran Nestlé DANCOW Nutritods, Senin (15/6).

Menurut Ratih, jika Anda sudah terlalu banyak menggunakan kata "jangan", bisa lakukan aksi semisal memegang tangan anak saat dia mulai mendekati soket listrik.

"Bunda dan ayah bisa mengamati gerak gerik buah hati. Supaya tidak terlalu banyak menggunakan kata "jangan" maka kita langsung pegang tangannya, 'bahaya nak, kita lakukan yang lain saja ya'," kata dia.

Orang tua memang harus membuka ruang eksplorasi pada anak seluas-luasnya. Tetapi jika pada hal-hal berbahaya dan sangat prinsip, Anda tetap boleh menggunakan kata "jangan" demi keselamatan anak.

Di sisi lain, Anda juga perlu mengamati gerak-gerik anak untuk memastikan dia tidak melakukan hal berbahaya. Cara lainnya, semua benda-benda yang berpotensi membahayakan buah hati sebisa mungkin Anda jauhkan dari anak seperti ujung benda yang tajam.

"Jadi anak bisa bereksplorasi seluas-luasnya tetapi dalam ruang lingkup yang aman dan didampingi oleh kita. Kalau makan makanan yang kotor atau benda yang kotor, saya akan pegang tangannya," demikian kata Ratih.

Secara umum, anak usia 1-3 tahun (toddler) mengalami tahapan perkembangan psikososial yakni autonomy versus doubt, yakni mengembangkan kemandirian.

Namun, jika terlalu banyak dilarang dan dihukum, dia bisa ragu dan malu. Bunda dan ayah bisa mengamati gerak gerik buah hati. Supaya tidak terlalu banyak menggunakan kata "jangan" maka kita langsung pegang tangannya, "bahaya nak, kita lakukan yang lain saja ya".

"Sang buah hati mulai mengembangkan kemandiriannya, jadi mulai menampilkan perilaku dia sendiri, maunya apa. Kita akan sungguh-sunggguh memberikan ruang yang cukup bagi buah hati bereksplorasi, karena kalau terlalu banyak ditahan, dilarang, dibilang "jangan" apalagi dihukum, nanti dia malah jadi cenderung malu dan ragu-ragu," jelas Ratih.

Dia mengatakan, apa yang anak capai di usia toddler ini yakni kemandirian akan membantu dia masuk ke tahapan berikutnya, di usia prasekolah 3-5 tahun.

"Di tahap ini dia akan mencapai sebuah pencapaian yang namanya initiative versus guilt. Jadi kalau inisiatifnya tidak tercapai, dia akan guilt. Inisiatif datangnya dari mandiri," kata Ratih.

Anak akan mulai mengembangkan rasa tanggung jawab atas inisiatif yang diambilnya. Jika orang tua terlalu menuntut banyak dan ternyata buah hati tak mampu melakukannya, bisa membuat dia dihinggapi rasa bersalah yang berlebihan.

"Di sini perlunya orang tua punya bekal, yakni nutrisi, stimulasi dan cinta dari ayah dan bunda," demikian ujar Ratih.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement