REPUBLIKA.CO.ID, oleh Esthi Maharani*
Bintang Emon kembali menjadi perbincangan. Dahulu, komika ini mendapatkan perhatian publik setelah mengunggah konten video komendi Dewan Perwakilan Omel-Omel (DPO) tentang ajakan untuk tetap di rumah saat pandemik Covid-19. Konten tersebut viral di media sosial, bahkan pernah menjadi berita media asing.
Kali ini ia kembali mendapatkan perhatian publik karena unggahannya yang menyindir aparat penegak hukum. Bintang dengan cara dan gayanya yang khas mengkritisi proses hukum penyidik KPK, Novel Baswedan. Konten itu diunggah pada 12 Juni dan hanya berdurasi 1.43 menit. Berikut isinya.
Katanya gak sengaja, tapi kok bisa sih kena muka hah? Pan kita tinggal di bumi, gravitasi pasti ke bawah. Nyiram ke badan, gak mungkin meleset ke muka. Kecuali Pak Novel Baswedan memang jalannya handstand. Bisa lu protes. "Pak hakim, saya niatnya nyiram badan. Cuma gegara dia jalannya bertingkah jadi kena muka.” Bisa. Masuk akal.
Sekarang tinggal kita cek yang kagak normal cara jalannya Pak Novel Baswedan atau hukuman buat kasusnye. Katanya, cuma buat ngasih pelajaran. Bos, lu kalau mau ngasih pelajaran, Pak Novel Baswedan jalan, lu pepet, lu bisikin: eh tahu gak, kita punya grup yang gak ada lu-nya lho. Pergi. Nah pasti insecure tuh: ih, salah gw apa ya. Instrospeksi Pak Novel. Pelajaran jatohnya. Nah air keras dari namanya juga keras, kekerasan. Gak mungkin keairan.
Katanya kagak sengaja tapi niat bangun subuh. Eh, asal lu tahu, waktu subuh tuh waktu sholat yang godaan setannya paling kuat. Banyak yang kagak bangun subuh tuh sering tuh. Gua, temen-temen gua, banyak yang kelewat. Tapi ini ada yang bangun subuh bukan buat sholat subuh. Buat nyiram air keras ke orang yang baru pulang sholat subuh. Jahat gak? Jahat! Siapa yang diuntungin? Setan. Jadi ada pembenaran. "Tuh kan bener kata gua mending tidur aja. Sekalinya melek, nyelakain orang kan lu." Ngerasa bener setan gara-gara lu. Respect setan ama lu. Ish, mantaplah.
Lho kok ada tukang baso.
Bintang adalah salah satu anak muda yang peduli sekaligus resah dengan penegakan hukum di Tanah Air, tetapi pada saat yang sama mendapatkan serangan. Hal ini dapat dilihat dari mulai beredarnya meme dari akun-akun yang memperlihatkan foto Bintang dengan tambahan tulisan yang menuding komika itu menggunakan sabu-sabu. Pihak-pihak yang menyerang Bintang terlihat menggunakan akun anonim.
Lalu, Bintang ramai dibela, mulai dari warga biasa, rekan komika, musisi, sampai influencer ternama. Misalnya saja musisi Fiersa Besari yang siap pasang badan apabila terjadi sesuatu pada Bintang. Fiersa juga memberikan dukungan ketika Bintang diserang tudingan menggunakan narkoba.
"Wiji Thukul pernah berkata, 'Apabila usul ditolak tanpa ditimbang; suara dibungkam; kritik dilarang tanpa alasan; dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: Lawan!' Melawak adalah cara melawan. Bintang Emon orang baik. Jangan sampai kena hal enggak baik," tulis musisi Fiersa Besari.
Jika menilik ke belakang atau setahun terakhir, sejumlah anak muda yang kritis juga mendapatkan perlakuan yang hampir serupa. Nasib mereka tak jauh berbeda karena mendapatkan serangan dari segala arah dan berbagai cara.
Aktivis Dandhy Dwi Laksono ditangkap polisi dari Polda Metro Jaya pada 26 September 2019. Mantan jurnalis sekaligus pendiri rumah produksi Watchdoc ini ditangkap oleh empat orang petugas kepolisian sekitar pukul 23.00 WIB. Dandhy menjadi tersangka karena cuitannya soal kerusuhan di Jayapura dan Wamena, Papua, yang diunggah pada 22 September 2019.
Ada pula musisi Ananda Badudu yang ditangkap aparat pada 27 September 2019 pagi. Penangkapan Ananda terkait uang yang dihimpun Ananda melalui media sosialnya dan disalurkan untuk demonstrasi mahasiswa penentang RKUHP dan UU KPK hasil revisi di depan Gedung DPR/MPR pada 24-25 September 2019. Ananda diketahui menginisasi penggalangan dana publik untuk mendukung gerakan mahasiswa melalui situs crowdfunding, kitabisa.com.
"Saya dijemput polda karena mentransfer sejumlah dana pada mahasiswa," tulis Ananda di akun Twitter-nya, @anandabadudu.
Terakhir ada peneliti kebijakan publik, Ravio Patra, yang ditangkap aparat Polda Metro Jaya 22 April 2020 malam. Sekelompok orang tak berseragam dan tidak menunjukkan surat tugas ataupun surat perintah melakukan penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan karena Ravio dianggap menyebar hasutan berbuat kekerasan melalui pesan WhatsApp. Namun, yang dinilai mencurigakan, sebelum pesan provokatif tersebar, Ravio kesulitan masuk ke akun Whatsapp-nya.
"Patut diduga Ravio sebagai korban peretasan dikarenakan terdapat tulisan You've registered your number on another phone, yang menandakan bahwa nomor Ravio telah diretas. Ketika mengecek SMS masuk, terlihat ada 3 (tiga) kali SMS dari Whatsapp yang berisikan kode one time password (OTP), yang menandakan ada pihak lain yang berusaha mengambil alih kendali atas akun Whatsapp-nya," kata kuasa hukum Ravio, Oky Wiratama.
Dari aktivis ke musisi, lalu ke peneliti, berlanjut ke stand up comedian. Setelah ini, siapa lagi?
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id