REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anemia pada anak masih menjadi masalah besar di seluruh dunia, terutama di Afrika dan Asia Selatan, termasuk Indonesia. Dari penelitian tahun 2017, sekitar dua miliar orang di seluruh dunia saat ini mengalami anemia dan sebagian besar terjadi akibat kekurangan zat besi.
Di Inggris, dua sampai empat anak dari 10 anak usia enam sampai 24 bulan mengalami anemia. Di Brasil sebanyak 60,9 persen anak usia kurang dari satu tahun mengalami anemia dan 87 persen diantaranya kekurangan zat besi.
Sementara itu, di Indonesia, anemia defisiensi besi (ADB) pada bayi usia empat sampai enam bulan sebesar enam persen. ADB pada bayi sembilan sampai dua belas bulan sebesar 65 persen dan pada usia anak pra sekolah sebesar 55,5 persen. Bahkan, usia remaja bisa terjadi anemia.
"Karena itu, orang tua harus mewaspadai hal ini," ungkap dokter spesialis anak, Dr dr Novie Amelia Chozie SpA(K).
Kekurangan zat besi menjadi penyebab terbanyak kasus anemia pada anak. Zat besi adalah mineral penting yang dibutuhkan tubuh. Sebetulnya tubuh tidak memerlukan terlalu banyak zat besi.
"Tapi harus ada, kalau tidak ada, akan masalah," ungkapnya.
Novie menjelaskan, fungsi utama zat besi adalah untuk membentuk hemoglobin (Hb) untuk membawa oksigen ke seluruh badan kita. Kalau tubuh kekurangan Hb, tidak ada yang membawa oksigen, maka akan terjadi kekurangan oksigen.
Zat besi juga berfungsi membentuk enzim untuk kekebalan tubuh untuk mencegah infeksi dan metabolisme lainnya. Zat bisa juga bermanfaat untuk perkembangan sel saraf atau neuron otak seperti kecerdasan atau kognitif, emosional dan mental.
"Bayangkan bila anak menderita kekurangan zat besi, maka banyak sekali gangguan yang mungkin terjadi," kata Novie.
Komposisi zat besi sekitar 70 persen berupa Hb, sisanya 25 persen berupa deposit. Jadi, ada cadangan atau simpanan zat besi di depo.
Andaikan ada kekurangan, akan diambil dari depo. Ada juga besi bersifat untuk transportasi, jadi zat besi bersirkulasi di tubuh. Zat besi ada juga yang disimpan di otot dan ada juga sebagai enzim.
Dalam keadaan normal, zat besi dalam tubuh seimbang. Begitu seorang anak asupan zat besi kurang dan tidak memperoleh asupan gizi yang cukup, tubuhnya mengambil dari depo untuk memenuhi kebutuhan fungsi.
Begitu cadangannya habis, masuk stadium defisiensi. Bila cadangan zat besi habis dan tidak mendapat asupan dari luar, maka zat besi yang berfungsi untuk berbagai macam akan semakin rendah. Bila sudah parah, maka akan terjadi anemia.
"Masalahnya adalah biasanya bila di stadium deplesi dan defisiensi ini, biasnaya gejala tidak khas. Tidak jelas gejalanya. Dibilang pucat, belum pucat karena masih mengambil cadangan zat besi. Masih sulit didiagnosis. Karena itu penting bagi orang tua menjaga kecukupan zat besi, jangan sampai sudah di stadium berat baru ketahuan," kata Novie.