REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: AJ Hara
Hari-hari berlangsung normal kembali dalam kehidupan rumah tangga mereka, Indriyani hafal betul suaminya tidak pernah bohong, 20 tahun waktu cukup untuk mengenal suaminya. Nugroho cenderung manusia rutin. Pulang kantor mandi dan bersiap ke masjid, pulang dari masjid seringnya mengaji di rumah sampai Isya, pulang dari masjid sholat Isya dilanjutkan makan malam yang penuh kehangatan.
Indriani selalu menemukan cinta di mata suaminya setiap saat dia memandangnya, setiap hari, setiap saat dia menemukan itu di sana.
Nugroho manusia jujur seperti yang senantiasa diajarkan ayahnya dulu. Kejujuran di atas segalanya, Tuhan menempatkan orang jujur selalu di dekat-Nya karena kejujuran adalah kebaikan yang paling tinggi, demikian selalu wejangan ayahnya, almarhum Sungkono.
Usaha konveksi yang sekarang ditekuninya adalah warisan dari ayahnya. Sejak lima tahun lalu ayahnya meninggal karena sakit jantung dan tiga tahun kemudian ibunya menyusul.
Nugroho memiliki satu saudara, perempuan, Anita Pertiwi, dia seorang dokter yang mengambil spesialis kandungan. Suaminya seorang tentara dengan pangkat perwira menengah, orang baik namanya Adi Subagja Wiraatmaja, asli orang Bandung tapi mereka tinggal di Jakarta.
Usaha konveksi peninggalan ayahnya sudah terlanjur seperti sekarang ini, ada banyak orang yang menggantungkan hidupnya di sana. Maka Nugroho menjalankannya dengan sebaik-baiknya demi karyawan-karyawannya itu.
Dalam menjalankan pekerjaan kadang Nugroho perlu menginap, di Jakarta, Bekasi atau di mana perlunya bertemu konsumen. Terkadang sehari kadang paling lama tiga hari.
Biasanya kalau lama berarti antara negosiasi dan menyusun kontrak dilakukan secara simultan. Kalau perlu menginap karena urusan kantor maka Nugroho selalu mengajak istrinya, tidak pernah tidak. Belum pernah ada kejadian Nugroho tidak tidur di rumahnya tanpa mengajak istrinya, selalu begitu selama 20 tahun.
Seringkali suaminya bilang itu bulan madu. Kalau menginap di hotel Nugroho bilangnya pasti bulan madu, selalu seperti itu terus hingga perkawinan mereka berlangsung dua puluh tahun.
Sepekan berlangsung sudah sejak peristiwa mimpi itu, kehidupan mereka sudah normal, tetapi itu seperti main jungkat jungkit di hati Nugroho. Rumah tangganya normal maka hasrat menikahi Arianah semakin besar, tetapi di sisi lain keberanian Nugroho untuk menyampaikan itu kepada Indriyani semakin ciut seciut-ciutnya.
Arianah tidak pernah menelpon Nugroho, sejauh ini selalu Nugroho yang datang ke rumahnya, dilanjutkan dengan ngobrol di situ atau keluar. Bagi Arianah apa yang didapatkan dari kebaikan hati Nugroho sudah lebih dari cukup.
Anak-anaknya kembali sekolah dan warungnya semakin banyak isinya, sepertinya keuntungan dari warung kecilnya tidak lagi menjadi penghasilan utama, Nugroho selalu memberinya uang di dalam amplop, setiap mereka bertemu. Hidup ini tidak selalu ideal demikian menurut pemikiran Arianah, biarlah aku menerima apa pun pemberian Nugroho dia terima dengan ikhlas dan tidak mengaitkannya dengan apa pun.
Pernah Nugroho menyatakan dirinya ingin menikahi Arianah, dan Arianah hanya menanggapinya dengan senyuman saja. Dia tidak punya mimpi sejauh itu, baginya semua kebaikan Nugroho sudah lebih dari cukup, apa yang dia terima melebihi dari apa yang dia bayangkan.
Menjadi istri mudanya Nugroho? itu terlalu jauh. Dia tidak berani bahkan melamunkannya pun dia sangat takut. Intinya Arianah tidak ingin mengganggu kebahagiaan rumah tangganya Nugroho.
Dedi, almarhum suaminya dulu juga orang baik. Dedi sarjana biologi IKIP di zaman itu. IPK-nya pas-pasan 2,5 dengan nilai rata-rata C+, dan itu tak cukup kuat untuk bersaing di dunia pendidikan untuk menjadi guru.
Mereka bertemu di suatu acara seminar MLM di jaman itu, berkenalan dan dilanjutkan dengan saling berkenalan lebih dekat hingga mereka menikah. Dedi Setiadi Sarjana Biologi berjuang keras hari demi hari untuk mewujudkan impiannya, ingin membahagiakan Arianah dan memberangkatkan orang tua mereka ke Tanah Suci.
Kenyataan tak selalu seindah rencana, realita menghempaskan Dedi menjadi sopir angkotnya Haji Dadang juragan angkot, trayek Cileunyi-Bandung. Siang malam dia bekerja hingga mengalami sakit pneumonia, yang tidak terobati dengan baik hingga menjadi akut dan mengakhiri kehidupannya, mengkandaskan ekonomi mereka kepada warung kecil sehari-hari Arianah.
Hari demi hari berlalu, sebulan sudah sejak peristiwa mimpi itu, tak sehari pun Nugroho berhenti berdoa memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan jalan solusi tentang cintanya yang tak kunjung padam kepada Arianah, setiap berdoa Nugroho menengadahkan tangannya sambil mengangkat wajahnya ke langit, memohon dan memohon untuk diberikan jalan keluar dengan kalimat yang sama dan diulang-ulang.
"Ya Allah jika rasa cinta ini adalah sesuatu yang sia-sia karena hawa nafsu maka hilangkanlah, tetapi jika ini adalah jalan amanah dari-Mu maka berilah aku jalan yang baik."
Tapi langit tetap diam, awan berarak dan biru membentang tak berujung diatas awan-awan itu, jika malam hari langit menampilkan ensemble bintang gemintang dengan perbedaan intensitas cahaya yang berbeda-beda setiap bintang, musik tanpa suara yang sangat indah. Tapi langit tetap diam.
Baca Juga: Mimpi Seorang Istri (Bagian Pertama)
Hingga suatu malam, masih di meja makan tapi makan sudah selesai.
“Yah.. kenalkan wanita itu." istrinya tiba-tiba berkata dan membuat seluruh darah di tubuh Nugroho seakan berhenti, jantungnya seakan diam karena kaget.