Jumat 19 Jun 2020 17:33 WIB

Bukti Baru Risiko Corona di Perdagangan Satwa Liar

Tikus diperjualbelikan di restoran di Vietnam.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Tikus
Foto: Pixabay
Tikus

REPUBLIKA.CO.ID, HANOI -- Menurut sebuah penelitian, tikus yang dijual di pasar dan restoran di Asia Tenggara memiliki banyak virus corona. Risiko meningkat ketika hewan hidup dipindahkan dari habitatnya ke pasar.

Namun, dalam studi yang dilansir di BBC, Jumat (19/6) disebutkan, strain yang terdeteksi pada tikus berbeda dari Covid-19 dan tidak dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia. Ilmuwan telah lama memperingatkan bahwa perdagangan satwa liar bisa menjadi inkubator untuk penyakit.

Baca Juga

Tim peneliti dari AS dan Vietnam menyebutkan, pencampuran beberapa virus corona, dan amplifikasi yang tampak di sepanjang rantai pasokan ke restoran, menunjukkan risiko maksimal bagi konsumen akhir. Asal-usul pandemi covid-19 saat ini diperkirakan terletak pada perdagangan satwa liar.

Penyakit diduga muncul pada kelelawar dan berpindah ke manusia melalui spesies lain, yang belum teridentifikasi. Temuan baru, dianggap sebagai pendahuluan, berhubungan dengan tikus. Tetapi mungkin berlaku untuk satwa liar lainnya, seperti musang dan trenggiling, yang juga dikumpulkan, diangkut dan dikurung dalam jumlah besar.

"Walaupun ini bukan virus berbahaya, mereka menawarkan informasi tentang bagaimana virus dapat diperbesar dalam kondisi ini," kata Sarah Olson dari kelompok konservasi yang berbasis di New York, WCS, yang memimpin penelitian bersama para pakar di Vietnam.

Rekan peneliti, Amanda Fine menambahkan bahwa rantai pasokan satwa liar, dan kondisi yang dialami hewan saat berada dalam rantai pasokan, tampaknya sangat memperkuat prevalensi virus corona. Tikus adalah sumber makanan umum di Vietnam.

Tikus ditangkap di sawah dan diangkut ke pasar dan restoran, untuk disembelih sebagai sumber daging segar. Hewan pengerat ini juga dibesarkan di peternakan satwa liar, bersama dengan hewan lain seperti landak.

Enam virus corona yang diketahui terdeteksi dalam sampel yang diambil di 70 lokasi di Vietnam pada 2013 dan 2014. Proporsi tinggi sampel positif ditemukan pada tikus lapangan yang ditujukan untuk konsumsi manusia.  Proporsi positif meningkat secara signifikan di sepanjang rantai pasokan pertanian 6 persen, pedagang 21 persen, pasar besar 32 persen, dan restoran 56 persen.

Tingkat deteksi pada populasi hewan pengerat di habitat "alami" mereka mendekati 0-2 persen, kata para peneliti. Studi ini dilakukan dengan para ahli kesehatan hewan di Vietnam, yang mempertimbangkan larangan perdagangan dan konsumsi satwa liar.

Para pakar konservasi mengatakan pandemi virus corona adalah momen penting untuk membatasi perdagangan satwa liar global. Pasar basah bisa menjadi "bom waktu" untuk epidemi menyatukan berbagai spesies yang dapat menumpahkan dan menyebarkan virus.

China melarang pertanian dan konsumsi satwa liar hidup setelah wabah, namun celah tetap ada, seperti perdagangan hewan liar untuk obat-obatan, hewan peliharaan dan penelitian ilmiah.

China telah bergerak untuk menghilangkan trenggiling dari daftar resmi perawatan obat tradisional China.  Sisiknya sangat didambakan oleh para praktisi pengobatan tradisional China, sementara daging trenggiling dipandang sebagai makanan lezat.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement