Jumat 19 Jun 2020 20:33 WIB

Internet Masih Lelet, Pemerintah Didorong Implementasikan 5G

Penerapan IoT secara masif adalah ketersediaan dan kapasitas jaringan.

Rep: Rahayu Marini Hakim/ Red: Karta Raharja Ucu
Internet. Ilustrasi
Foto: Foxnews
Internet. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA -- Ketua Bidang Industri 4.0 Mastel Teguh Prasetya mengatakan perangkat Internet of Things (IoT) membutuhkan konektivitas agar bisa berjalan. Ia berkata, saat ini yang menjadi masalah penerapan IoT secara masif adalah ketersediaan dan kapasitas jaringan di beberapa wilayah yang masih belum mencukupi.

Diakui Teguh, memang saat ini operator telekomunikasi sudah menggembangkan jaringan telekomunikasi hingga pelosok. Namun kualitas dan coverage masih belum merata. Jangankan untuk wilayah remote, kata dia, ketika Work From Home (WFH) kualitas internet di wilayah Jabodetabek mengalami penurunan.

Teguh menyebut, saat ini penggembang IoT yang ingin mengimplementasikan usahanya terkendala ketersediaan dan kualitas jaringan. Karena itu Teguh mendukung agar pemerintah segera mengimplementasikan 5G.

Teguh menilai kapasitas dan coverage jaringan telekomunikasi yang dikembangkan oleh operator sudah tak mencukupi lagi untuk kebutuhan masyarakat. Untuk daerah perkotaan dan industri seperti di Jabodetabek, layanan 4G sudah tidak cukup untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Karena teknologi 4G belum bisa menjanjikan koneksi yang banyak dan bandwidth yang besar.

“Saat ini kebutuhan akan 5G sudah mutlak dan mendesak diimplementasikan di Indonesia. Karena teknologi 5G menjanjikan koneksi yang lebih banyak dengan bandwidth yang lebih besar. Tantangannya di 5G juga membutuhkan frekuensi yang besar oleh sebab itu network sharing di teknologi baru mutlak dibutuhkan,” ujarnya.

Saat ini potensi yang paling mudah dilakukan pemerintah untuk menerapkan teknologi 5G ada di frekuensi 2600 MHz. Ia menjabarkan frekuensi tersebut masih dimanfaatkan oleh tv berbayar hingga tahun 2024. Lanjut Teguh, seharusnya pemerintah bisa segera melakukan pembicaraan dengan penyelenggara tv berbayar yang masih menggenggam frekuensi tersebut agar dapat segera melakukan refarming. Tujuannya agar frekuensi 2600 Mhz tersebut dapat segera dimanfaatkan bagi 5G.

“Utilisasi dan pemanfaatan frekuensi 2600 MHz oleh televisi berbayar tersebut sangat rendah. Terlebih lagi PNBP di sektor tv berbayar dibandingkan dengan industri telekomunikasi juga jauh lebih kecil. Sehingga memanfaatkan frekuensi 2600 MHz juga akan membawa dampak positif bagi APBN,” kata Teguh.

Untuk menerapkan 5G yang efektif dan efesien, menurutnya dibutuhkan regulasi network sharing. Karena untuk mengimplementasikan 5G dibutuhkan lebar pita frekuensi yang besar. Padahal saat ini ketersediaan frekuensi juga menjadi tantangan tersendiri. Selain itu karena membutuhkan frekuensi yang besar, maka jarak antar BTS juga akan semakin dekat sehingga investasi yang dibutuhkan untuk menggembangkan 5G juga tidak sedikit.

“Jika tidak melakukan network sharing, maka akan sulit menerapkan 5G yang efisien dan efektif. Sehingga penerapan network sharing seharusnya di teknologi baru dan area baru untuk penggembangan jaringan telekomunikasi. Tujuannya agar digital ekonomi di Indonesia dapat segera tumbuh dan menarik investasi asing,” jelasnya.

Teguh berharap agar network sharing ini dapat berjalan dan bisa ditempuh melalui RUU Cipta Kerja yang saat ini tengah dibahas antara Pemerintah dan DPR. Karena itu ia meminta agar pengaturan spectrum sharing untuk teknologi baru agar mendukung program strategis pemerintah dapat dicantumkan dengan jelas di dalam RUU Cipta Kerja.

“Kita ingin agar regulasinya benar-benar jelas. Kerangka hukumnnya harus ada terlebih dahulu. Tujuannya agar tidak ada lagi kasus pidana seperti yang pernah dialami oleh IM2," ucap dia.

Ia juga meminta Kemenkominfo segera membereskan frekuensi yang dapat dipergunakan untuk new technology. Sehingga semua aset dan sumber daya yang ada dapat didayagunakan secara maksimal. "Semua ini ujung-ujungnya untuk mendukung perekonomian nasional,” kata Teguh.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement