Selasa 23 Jun 2020 06:21 WIB

Ki Bagus Berjuang Jaga Ketuhanan yang Maha Esa di Pancasila

Umat Islam sangat berkepentingan menjaga dan mempertahankan Pancasila.

sketsa pembuatan lambang garuda Pancasila
Foto: wikipedia
sketsa pembuatan lambang garuda Pancasila

REPUBLIKA.CO.ID, OLEH: SUDARNOTO ABDUL HAKIM, Wakil Ketua Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah

Pancasila yang sebetulnya sudah final dan disepakati the founding fathers, termasuk Ki Bagus Hadikusumo, sejak 1945 sebagai dasar negara, falsafah, dan weltanschauung bangsa Indonesia kembali menjadi perbincangan. Paling tidak sejak Yudhian Wahyudi, yang baru dilantik sebagai ketua BPIP waktu itu, membuat pernyataan pada Februari 2020, yang dinilai menyakiti bangsa Indonesia. Dia mengatakan, "Agama merupakan musuh terbesar Pancasila."

Baca Juga

Hari-hari ini, masyarakat disengat RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) menjadi prolegnas yang diusung Fraksi PDIP di DPR. Salah satu tujuannya, memperkuat landasan hukum pembentukan BPIP yang selama ini diatur peraturan presiden.

Banyak kalangan umat menolak RUU HIP ini, tak kurang Habib Rizieq sekalipun. Dewan Pimpinan MUI juga menerbitkan maklumat menolak RUU ini dengan alasan, antara lain tidak mencantumkan TAP MPRS No 25/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI.

Muhammadiyah, dengan mendasarkan diri, antara lain, pada landasan yuridis konstitusional juga bersikap sama. Satu tim untuk keperluan RUU HIP, diketuai Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti, yang dibentuk oleh PP Muhammadiyah.

Umat Islam sangat berkepentingan menjaga dan mempertahankan Pancasila. Bagaimanapun, tokoh-tokoh umat Islamlah yang sangat menentukan penerimaan Pancasila setelah melalui rangkaian perdebatan sengit dan melelahkan. Umat Islamlah "kunci Pancasila".

Pemikiran Sukarno

Sukarno menyampaikan pidatonya, setelah 13 anggota BPUPKI lainnya (termasuk Ki Bagus) berpidato pada 31 Mei 1945 di Gedung Tyuoo Sang-In, Pejambon, Jakarta, untuk menjawab pertanyaan tentang apa dasar negara yang harus digunakan untuk Indonesia.

Pidato Sukarno pada 1 Juni 1945 sangat his toris karena "secara intelektual", ia menyampaikan gagasannya di depan sidang BPUPKI. Ini mencerminkan tampilnya pemimpin karismatik, penggerak dan intelektual berkarakter dengan pengetahuan luas dan mendalam.

Sukarno menegaskan soal perjuangan dan cita-cita ke depan yang kemudian butir-butir pentingnya ia sebut "Philosofische Grond slaag" dan "Weltanschauung" atau dasar negara. Ia menekankan pentingnya kemerdekaan politik karena itu dasar negara sangat dibutuhkan.

Dalam pidato, Sukarno mengurai dasar negara, yaitu: (1) kebangsaan Indonesia, (2) internasionalisme atau perikemanusiaan, (3) mufakat, dasar perwakilan, dan permusyawaratan (4) kesejahteraan sosial, (5) ketuhanan yang berkebudayaan. Lalu, ia menyebutnya Pancasila.

Ia mengatakan, jika ada yang "tidak suka akan bilangan lima", Pancasila bisa diperas menjadi Trisila (Socio-nasionalisme, Sociodemokratie, Ketuhanan). Jika dikehendaki, yang tiga sila pun bisa diperas menjadi satu sila yang oleh Sukarno disebut gotong royong.

Meski begitu, Sukarno menegaskan, ''Haruslah Panca Sila… itulah Weltanschauung kita." Jelas sekali, sebagaimana pidato para tokoh pada hari sebelumnya, pidato Sukarno ini "usulan gagasan personal" sebagai masukan menetapkan dasar negara Indonesia.

Gagasan para tokoh anggota BPUPKI ditampung, diperdebatkan hingga terjadi gentlemen agreement pada 22 Juni dan terakhir 18 Agustus 1945. Sukarno menyumbang apa yang disebut Pancasila meski berbeda dengan Pancasila kita sekarang.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement