Selasa 23 Jun 2020 03:35 WIB

Mengapa Pembelian Tas Mewah Meningkat Selama Lockdown?

Penjualan tas mewah di Asia-Pasifik naik selama lockdown.

Rep: Ali Mansur/ Red: Reiny Dwinanda
Tas mewah yang ditawarkan di Net-A-Porter.
Foto: Net-A-Porter
Tas mewah yang ditawarkan di Net-A-Porter.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Situs e-commerce mewah Net-A-Porter melaporkan kenaikan pembelian tas tangan di seluruh Asia-Pasifik selama bulan-bulan ketika beberapa negara menerapkan lockdown. Apa yang membuat angka penjualan tas dari jenama papan atas meningkat selama pembatasan wilayah?

"Itu namanya retail therapy, terapi belanja," jelas Kapil Tuli, profesor pemasaran dan direktur Retail Center of Excellence di Sekolah Bisnis Lee Kong Chian di Singapore Management University, Senin (22/6).

Baca Juga

Mengingat dalam beberapa bulan terakhir orang akan melakukan apa saja untuk mencegah perasaan bosan. Berbelanja daring demi mendapatkan yang pertama pada tas desainer terbaru dari Gucci dan Saint Laurent bisa mengusir rasa jemu di rumah.

"Ketika interaksi sosial kita hampir dihilangkan dan stres meningkat, kita mencoba beradaptasi, sama halnya dengan meningkatnya konsumsi es krim," tutur Tuli.

Dilansir dari CNA Luxury, menjelang 4 Mei lalu penjualan tas di Net-a-Porter menunjukkan pertumbuhan yang kuat 261 persen di Asia-Pasifik, dibandingkan dengan tahun lalu. Sementara beberapa pembeli mungkin masih ragu membeli pakaian atau sepatu online tanpa mencobanya terlebih dahulu, mereka cenderung lebih mudah untuk memilih tas hanya berdasarkan foto-fotonya.

"Visual 2D dari tas melakukan pekerjaan yang baik untuk menunjukkan bagaimana hal itu terlihat pada lengan seseorang, maka risiko membeli tas sedikit lebih rendah," jelas Tuli.

Menurut Net-A-Porter, pembeli di Singapura menyukai tas berukuran kecil hingga sedang dalam gaya klasik. Bottega Veneta menjadi favorit. Desain populer lainnya termasuk koleksi GG Marmont dan Dionsys dari Gucci dan  Monogramme Saint Laurent, serta LouLou dan Lou. Semua tas ini cenderung berukuran lebih kecil.

“Orang-orang menjadi sedikit lebih rasional dalam pembelian mereka dengan memilih tas yang lebih kecil yang dapat dianggap sebagai kemewahan yang terjangkau dibandingkan dengan tas yang lebih besar, lebih mahal,” kata Tuli.

Menurut salah satu pendiri dan CFO platform penjualan kilat OnTheList, Diego Dultzin Lacoste, sebelum pandemi melanda, konsumen biasanya akan membeli barang-barang mewah di luar negeri yang harganya lebih murah daripada negara asal mereka. Namun, dengan pembatasan perjalanan dan seruan untuk tinggal di rumah, pembelian sekarang lebih sering terjadi di negara asal mereka dengan belanja online menjadi normal baru.

Peningkatan penjualan tas ini sangat kontras dengan perkembangan ritel yang suram selama lockdwon. Di Singapura, penjualan ritel untuk kategori pakaian jadi dan alas kaki anjlok 85,3 persen pada April dibandingkan periode waktu yang sama tahun lalu, menurut data terakhir oleh Departemen Statistik. Tentu saja, dengan banyak gerai ritel di seluruh dunia dipaksa tutup, maka masuk akal bahwa pengecer online akan melihat peningkatan penjualan karena konsumen mengubah pola pembelian mereka.

OnTheList, yang memiliki 250 ribu anggota di seluruh kawasan, termasuk 22 ribu anggota di Singapura, mengalami pertumbuhan 15 persen dalam lalu lintas konsumen pada bulan April dan Mei. Selama waktu ini, ia menjual 134 ribu unit produk, termasuk kosmetik, anggur, dan tas tangan, dibandingkan dengan hanya 60 ribu unit selama periode waktu yang sama tahun lalu.

Namun, pembelian ini mungkin sebenarnya menunjukkan bahwa konsumen mewah juga menjadi semakin sensitif terhadap harga. Merek-merek termasuk Bulgari, Chanel, Dior, Louis Vuitton dan Tiffany & Co telah atau sedang menaikkan harga beberapa produk mereka. Dengan demikian, beberapa pembeli mungkin telah memutuskan untuk melakukan pembelian sebelum kenaikan harga ditetapkan.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement