Jumat 26 Jun 2020 15:22 WIB

Kunci Agar Terhindar dari Gelombang Kedua Covid-19

Setiap negara harus memikirkan cara untuk menghindari gelombang kedua Covid-19.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Orang-orang berjalan di pasar, Guangzhou, Cina, Senin (22/6). Cina berlomba untuk menahan  gelombang kedua kasus covid-19 yang kebanyakan berada di Beijing. EPA-EFE / ALEX PLAVEVSKI
Foto: EPA-EFE / ALEX PLAVEVSKI
Orang-orang berjalan di pasar, Guangzhou, Cina, Senin (22/6). Cina berlomba untuk menahan gelombang kedua kasus covid-19 yang kebanyakan berada di Beijing. EPA-EFE / ALEX PLAVEVSKI

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah negara di dunia telah mulai mengurangi aturan pembatasan ketat seperti lockdown secara bertahap selama pandemi virus corona jenis baru (Covid-19). Tak sedikit yang kini menerapkan new normal, memungkinkan masyarakat kembali beraktivitas seperti biasa di luar rumah, meski kemudian terdapat peningkatan laporan jumlah kasus.

Dilansir laman Health 24, setiap negara perlu memikirkan cara untuk menghindari gelombang kedua Covid-19. Menurut sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh Barcelona Institute for Global Health (ISGlobal), upaya dari setiap individu untuk konsisten menjaga jarak fisik, mengenakan masker, dan mencuci tangan secara rutin saat dimulainya pelonggaran pembatasan bisa menjadi jawabannya.

Baca Juga

Keseimbangan antara ekonomi dan kehidupan manusia memang menjadi hal yang diperlukan. Banyak negara yang mengambil keputusan sulit untuk melonggarkan aturan pembatasan, mengingat risiko infeksi virus corona jenis baru yang masih mengancam, berpotensi membuat gelombang kedua Covid-19 kedua.

"Menilai risiko ini sulit, mengingat kurangnya informasi yang dapat dipercaya tentang jumlah sebenarnya orang yang terinfeksi atau tingkat kekebalan yang dikembangkan di antara populasi," ujar Xavier Rodo, kepala program Iklim dan Kesehatan ISGlobal dalam siaran pers.

Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Nature Human Behaviour, Rodo dan tim membuat proyeksi berdasarkan model yang membagi populasi menjadi tujuh kelompok. Mereka terdiri atas orang-orang yang rentan, dikarantina, terpapar, menular tidak terdeteksi, dilaporkan menular, pulih, dan meninggal.

Model ini juga mensimulasikan tingkat karantina populasi dan berbagai strategi pasca aturan pembatasan. Rodo mengatakan, model dalam penelitian berbeda karena turut mempertimbangkan kembalinya orang yang semula mengalami lockdown ke populasi rentan. Hal itu dapat membantu memperkirakan dampak pembatasan, mencakup perilaku dan persepsi risiko sebagai faktor modulasi.

"Model ini dapat sangat berguna untuk negara-negara di mana puncak kasus Covid-19 belum tercapai, seperti yang ada di wilayah selatan dunia. Itu akan memungkinkan mereka untuk mengevaluasi kebijakan pengendalian dan meminimalkan jumlah kasus dan kematian yang disebabkan oleh virus corona jenis baru," jelas penulis dan peneliti ISGlobal, Leonardo López.

 

Dalam studi, para peneliti ingin mengevaluasi secara kuantitatif relevansi tindakan pembatasan sebagai strategi penahanan. Hasil penelitian menunjukkan, pelonggaran aturan pembatasan secara bertahap akan menghasilkan jumlah kasus Covid-19 dan kematian yang lebih rendah, dibanding dengan pelonggaran lebih cepat.

Tim meneliti literatur yang ada pada beberapa tindakan perlindungan nonfarmasi yang bisa ditempuh, seperti pemakaian masker wajah, pelindung wajah, dan menjaga jarak fisik. Meskipun langkah-langkah ini saja tidak dijamin untuk sepenuhnya melindungi orang dari kemungkinan terpapar virus corona jenis baru (SARS-CoV-2), kombinasi dari langkah-langkah ini dapat secara signifikan mengurangi risiko infeksi.

Para peneliti menyatakan, negara-negara di mana pembatasan perlu dilonggarkan demi kelangsungan ekonomi, perilaku individu adalah kunci untuk mengurangi atau menghindari gelombang kedua infeksi. Bahkan, di negara-negara yang miskin sumber daya pengujian dan pelacakan kasus Covid-19, pemakaian masker, menjaga kebersihan tangan, dan menjaga jarak sosial sangat penting untuk mengurangi penularan virus.

"Jika kita berhasil mengurangi tingkat transmisi hingga 30 persen melalui penggunaan masker wajah, memastikan kebersihan tangan, dan menjaga jarak fisik, kita dapat secara signifikan mengurangi besarnya gelombang berikutnya. Mengurangi tingkat transmisi hingga 50 persen dapat menghindarinya sepenuhnya", kata Rodo dalam siaran pers.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement