REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bea Cukai merilis hasil survei kepuasan pengguna jasa (SKPJ) tahun 2019 yang dilakukan secara mandiri oleh Direktorat Kepatuhan Internal dan survei kepuasan pengguna layanan (SKPL) Kementerian Keuangan tahun 2019 yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada.
SKPJ yang dilakukan terhadap pengguna jasa di 3 direktorat di lingkungan Kantor Pusat Bea Cukai, 20 kantor wilayah, 3 kantor pelayanan utama, 104 kantor pengawasan dan pelayanan, serta 3 balai laboratorium Bea Cukai menunjukkan angka kepuasan sebesar 4,21 yang meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 4,02.
Direktur Kepatuhan Internal, Agus Hermawan juga menyampaikan hasil SKPL Kementerian Keuangan. “Sebagai unit kerja di Kementerian Keuangan, Bea Cukai berkomitmen untuk terus meningkatkan kinerja pelayanan publik sebagai upaya untuk mengubah budaya organisasi yang berorientasi pelayanan. Sebagai informasi, pada tahun 2019, Bea Cukai menunjukkan prestasi kinerja yang sangat baik dalam peranannya sebagai penyedia dan pelayan publik, dengan capaian indeks kepuasan agregat sebesar 4,61,” ungkap Agus.
Survei yang dilakukan pada Bea Cukai telah dilakukan di enam kota besar antara lain Batam, Medan, Jakarta, Surabaya, Makassar, dan Balikpapan. Sementara itu, survei dilakukan terhadap aspek yang terkait dengan pelayanan penyelesaian barang impor (MITA), pelayanan pemesanan pita cukai, pelayanan dokumen impor serta pemberitahuan pabean free trade zone, serta terkait dengan 11 aspek layanan sebagaimana disebutkan dalam UU Pelayanan Publik, yang meliputi keterbukaan/kemudahan akses informasi, informasi layanan, kesesuaian prosedur dengan ketentuan yang ditetapkan.
Selain itu juga sikap pegawai, kemampuan dan keterampilan pegawai, lingkungan pendukung, akses terhadap layanan, waktu penyelesaian layanan, pembayaran biaya sesuai aturan/ketentuan yang ditetapkan, pengenaan sanksi atau denda atas pelanggaran terhadap ketentuan layanan, dan keamanan lingkungan dan layanan.
Agus menyatakan bahwa pelaksanaan survei kepuasan masyarakat juga merupakan perwujudan amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, “sehingga hasilnya diharapkan dapat memberikan gambaran pengukuran tingkat kepuasan pengguna layanan guna memperbaiki dan meningkatkan kinerja pelayanan publik.”
Bea Cukai sebagai bagian dari Kementerian Keuangan telah menerapkan pengukuran kinerjanya dengan balance scorecard (BSC) sejak memulai reformasi birokrasi pada tahun 2007. Pengukuran kinerja dengan BSC sangat fundamental dalam reformasi birokrasi dan good corporate governance.
Namun demikian, masih diperlukan evaluasi dampak nyata kepada publik yang menggunakan jasa Bea Cukai. Pada akhirnya, kepuasan pengguna jasa terhadap layanan Bea Cukai menjadi tolak ukur yang perlu dipertimbangkan untuk mengetahui apa yang kurang dan terus menerus melakukan perbaikan.