REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim menegaskan, pihaknya tidak setuju dengan wacana membatalkan petunjuk teknis (juknis) PPDB DKI Jakarta. Petunjuk teknis yang dimaksud tertuang pada SK Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nomor 501/2020 yang salah satu poinnya menyebut indikator usia dalam PPDB zonasi.
Sejumlah orang tua bersama Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) meminta agar pemerintah membatalkan SK tersebut. Menurut Satriwan, apabila dibatalkan maka akan memunculkan masalah baru.
"Jika dibatalkan, maka nasib 31.011 orang calon siswa yang sudah diterima jalur zonasi per Sabtu (27/6) di SMP negeri dan 12.684 orang calon siswa yang sudah diterima SMA negeri lewat jalur zonasi mau diapakan?" kata dia, dalam keterangannya, Rabu (1/7).
Apabila SK yang sudah menjadi dasar PPDB DKI Jakarta ini dibatalkan, maka tentu seluruh proses yang sudah berlalu dalam PPDB 2020 akan dinyatakan tidak sah. Proses PPDB akan kembali ke tahapan awal lagi.
"Ditambah para siswa yang sudah diterima via jalur afirmasi dan jalur prestasi nonakademik yang sudah lebih dulu dibuka untuk Jakarta, tak mungkin diulang kembali," kata Satriwan menambahkan.
Tentunya, lanjut dia, pembatalan tersebut akan makin menunjukkan diskriminasi dan persoalan yang muncul akan lebih rumit. Menurutnya, para orang tua siswa yang sudah diterima pasti tidak akan tinggal diam begitu saja.
"Menyelesaikan persoalan diskriminasi siswa dengan membuat diskriminasi baru. Tentu tidak bijak, berpotensi melahirkan konflik horizontal jika opsi ini dipilih," kata dia menegaskan.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (PA) Arist Merdeka Sirait meminta aturan PPDB yang mensyaratkan usia sebagai syarat penerimaan itu dibatalkan. Arist menilai penggunaan umur sebagai indikator PPDB DKI Jakarta yang berbasis zonasi tidak tepat.