REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Terapi plasma darah atau terapi konvalesen (convalescent) saat ini menjadi salah satu terapi alternatif dalam mengobati pasien positif Covid-19 di sejumlah negara. Di Indonesia, terapi ini masih terbatas untuk uji klinis.
Pakar Penyakit Dalam Spesialis Paru-Paru (Internis Pulmonologist) FKKMK UGM dr. Sumardi mengatakan, terapi plasma konvalesen telah lama dijadikan metode pengobatan penyakit akibat infeksi. Misal, saat pandemi flu spanyol 1900-an.
Selain itu, terapi ini juga dilakukan untuk pengobatan difteri, flu burung, flu babi, ebola, SARS, dan MERS. Dalam pengobatan pasien Covid-19, terapi dilakukan menggunakan plasma darah pasien positif Covid-19 yang sudah sembuh.
"Jadi, plasma darah yang mengandung antibodi dari pasien yang sembuh diberikan (ditransfusikan) kepada orang-orang yang masih sakit," kata Sumardi, Rabu (1/7).
Kendati demikian, di Indonesia terapi plasma konvaselen ini masih terbatas untuk uji klinis. Selain itu, keberhasilan terapi ini juga masih terbatas kepada jumlah pasien yang sedikit.
Ia mencontohkan, di RS Shenzhen, Cina, dari terapi plasma konvaselen yang dilakukan kepada lima pasien Covid-19 dengan alat bantu pernafasan, sudah ada laporan percepatan penyembuhan kepada satu orang pasien. Sedangkan, tiga menunjukkan proses penyembuhan yang tergolong lambat dan satu meninggal dunia.
Ia menjelaskan, ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi untuk melakukan transfusi konvaselen, selain syarat umum transfusi darah. Salah satunya, pendonor memang merupakan pasien positif Covid-19 yang telah dinyatakan sembuh.
Lalu, pendonor harus terbukti memiliki antibodi terhadap Covid-19 dalam kadar yang cukup. "Plasma yang diambil sekitar 400 milimeter memakai metode plasmapheresis, yakni hanya mengambil plasma dari sel darah merah saja. Pemberian plasma darah ini sebanyak dua kali sehari pada pasien Covid-19," ujar Sumardi.
Pengambilan plasma, kata Sumardi, lebih baik dilakukan kepada pendonor yang merupakan pasien Covid-19 yang sudah sehat dan berjenis kelamin laki-laki. Sebab, tidak memiliki antigen HLA yang bisa timbulkan reaksi bagi penerima.
Sumardi menambahkan, terapi plasma konvaselen ini tidak diberi kepada semua pasien positif Covid-19. Terapi ini hanya diberikan untuk pasien-pasien yang dengan gejala berat atau kondisi kritis.
"Diberikan kepada pasien dengan gejala berat untuk membantu mempercepat penyembuhan, bukan untuk pencegahan. Tapi, terapi plasma konvaselen ini menjadi alternatif pengobatan hingga ditemukan vaksin," kata Sumardi.