REPUBLIKA.CO.ID, oleh Christianingsih*
Belum saatnya kita bersikap santuy menghadapi pandemi Covid-19. Apalagi kurva penularan Covid-19 di Indonesia masih belum menunjukkan tanda-tanda melandai.
Dari 17 calon vaksin yang diidentifikasi Badan Kesehatan Dunia atau WHO, lebih dari setengahnya sedang diuji klinis, yang melibatkan perusahaan atau lembaga China. Kapan vaksin Covid-19 akan ditemukan juga tidak ada yang bisa memastikan.
Selandia Baru, Australia, dan sejumlah negara-negara Eropa yang sempat memberlakukan lockdown kini perlahan mulai kembali menjalani aktivitas sehari-hari lantaran kurva penularan mulai menurun. Perdana Menteri Selandia Jacinda Ardern sempat kebakaran jenggot tatkala negaranya kecolongan akan kemunculan dua kasus baru Covid-19 dari warganya yang baru bepergian ke Inggris.
Hanya dua kasus baru, tapi Jacinda langsung bergerak cepat agar jangan sampai negaranya kecolongan lagi. Indonesia juga sedang berada dalam kondisi serupa. Bukan, bukan serupa dalam bab penularan Covid-19 yang menurun, tapi serupa dalam hal menuju kenormalan aktivitas masyarakat.
Bedanya, kembalinya aktivitas masyarakat kita seperti sebelum pandemi, tidak terjadi dalam kondisi yang kondusif di mana kurva penularan melandai. Per Selasa (30/6) angka Covid-19 negara kita menyentuh 56.385 jiwa dan menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara.
Jawa Timur dan DKI Jakarta memuncaki daftar provinsi dengan jumlah pasien Covid-19 tertinggi. Perang kita melawan virus corona masih panjang. Ketika vaksin masih belum tersedia, kita sudah diberi tantangan lagi, yakni menghadapi era normal baru.
Berbagai fasilitas publik memang sudah menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19. Tapi, jangan lupakan banyak pula kelompok yang abai terhadap protokol kesehatan.
Di tengah pandemi masih saja ada yang menggelar pesta khitanan dan mengumpulkan massa. Pedagang pasar tradisional juga tidak hanya satu atau dua orang yang menolak menjalani rapid test. Kasus pasien atau jenazah Covid-19 dijemput paksa keluarga beberapa kali terjadi.
Jangan lupa pula hari bebas kendaraan bermotor atau car free day juga sudah menyapa warga ibu kota. Kegiatan ini menurut penulis tidak penting-penting amat dan berpotensi mengumpulkan massa tapi entah mengapa justru digelar lagi di tengah pandemi. Itu hanya contoh, sisanya bisa kita simak sendiri di berita- berita yang berseliweran setiap hari.
Kita pribadi mungkin sudah disiplin menjaga diri agar tidak terpapar Covid-19. Namun, tak jarang kondisi yang kontradiktif terjadi tepat di depan mata. Apa mau dikata, tinggal banyak-banyak berdoa sajalah semoga Allah melindungi kita dan orang-orang yang kita cinta.
*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id