REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel mengklarifikasi pelibatan Komisi VII dalam penyerahan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk memaksimalkan fungsi pengawasan. Hal itu disampaikannya, setelah mendapatkan klarifikasi dari pimpinan Komisi VII DPR RI.
"Itu adalah untuk memaksimalkan fungsi pengawasan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar NRI 1945 dan UU MD3," ujar Rachmat di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (6/7).
Ia menegaskan, maksud pelibatan Komisi VII dalam penyerahan CSR bukan dalam bentuk uang atau dana dari kegiatan tersebut. Namun, dalam bentuk alat pelindung diri, masker, dan hand sanitizer untuk penanganan virus Covid-19.
"Diserahkan langsung kepada pihak-pihak terkait atau masyarakat, sebagaimana mekanisme yang sudah diatur oleh masing-masing BUMN tambang dalam penyaluran CSR," ujar Rachmat.
Klarifikasi dari pimpinan Komisi VII juga telah diterima oleh DPR, yakni tugas dan wewenang mereka sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. "Kemudian, apa yang menjadi polemik di masyarakat, semata adalah kesalahpahaman karena keterbatasan informasi," ujar Rachmat.
Sebelumnya, rapat komisi VII DPR RI dan Direktur Utama Holding Tambang (MIND ID) atau PT Inalum (Persero) Orias Petrus Moedak sempat panas. Panasnya rapat bermula saat Anggota Komisi VII DPR RI Muhammad Nasir meminta penjelasan terkait pelunasan utang Inalum dari penerbitan obligasi, di mana obligasi itu untuk akuisisi PT Freeport Indonesia.
Tak lama berselang rapat diskors dan kembali dibuka oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Alex Noerdin sebagai pimpinan rapat. Alex pun meminta Orias melanjutkan penjelasan atas pertanyaan anggota, hingga akhirnya sampai penjelasan CSR.
Setelah itu, Alex meminta agar komisi ikut dilibatkan dalam penyerahan CSR tersebut. "Paling tidak bisa saya yang menyerahkan saja, bukan mintanya buat saya pakai ventilator itu , bukan, tapi kawan-kawan komisi ikut menyerahkan, ini bantuan, gitu dong Pak," ujar Alex.