Rabu 08 Jul 2020 19:57 WIB

Tim Dokter Inggris Sebut Corona Bisa Rusak Otak

Tim temukan virus tidak secara langsung menyerang otak pasien corona.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Indira Rezkisari
Ilustrasi virus corona. Menurut studi terbaru oleh University College London (UCL), Covid-19 dapat menimbulkan komplikasi neurologis fatal di otak termasuk delirium, kerusakan saraf, dan strok daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Foto: CDC via AP, File
Ilustrasi virus corona. Menurut studi terbaru oleh University College London (UCL), Covid-19 dapat menimbulkan komplikasi neurologis fatal di otak termasuk delirium, kerusakan saraf, dan strok daripada yang diperkirakan sebelumnya.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Tim dokter di Inggris memperingatkan virus corona bisa memicu kerusakan otak. Menurut studi terbaru oleh University College London (UCL), Covid-19 dapat menimbulkan komplikasi neurologis fatal di otak termasuk delirium, kerusakan saraf, dan strok daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Penelitian oleh UCL menunjukkan masalah serius pada tubuh pasien dapat terjadi bahkan pada individu dengan kasus virus corona ringan. Dalam uji terbarunya, tim dokter melihat gejala neurologis dari 43 pasien yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis positif Covid-19 maupun yang baru diduga memiliki Covid-19.

Baca Juga

Mereka menemukan 10 kasus disfungsi otak sementara, 12 kasus peradangan otak, delapan strok, dan delapan kasus kerusakan saraf. Sebagian besar pasien dengan peradangan didiagnosis dengan ensefalomielitis diseminata akut (ADEM) atau suatu kondisi langka yang biasanya terlihat pada anak-anak setelah infeksi virus.

"Kami mengidentifikasi jumlah orang yang lebih tinggi dari yang diperkirakan dengan kondisi neurologis seperti peradangan otak, yang tidak selalu berkorelasi dengan keparahan gejala pernapasan," ujar Michael Zandi dari Queen Square Institute of Neurology dan UCL Hospitals NHS Foundation Trust, dikutip Al Arabiya, Rabu (8/7).

Penelitian diterbitkan dalam jurnal Brain yang menunjukkan bahwa tidak ada pasien yang didiagnosis dengan masalah neurologis memiliki Covid-19 dalam cairan serebrospinal mereka. Sehingga menunjukkan bahwa virus tidak secara langsung menyerang otak mereka.

Hal terpenting, tim menemukan bahwa ADEM mendiagnosis tidak terkait dengan keparahan penyakit pernapasan Covid-19.

"Mengingat penyakit ini baru ada selama beberapa bulan, kita mungkin belum tahu apa yang bisa menyebabkan kerusakan jangka panjang Covid-19," kata Ross Paterson dari Queen Square Institute of Neurology di UCL.

"Dokter perlu mewaspadai kemungkinan efek neurologis, karena diagnosis dini dapat meningkatkan hasil pasien," ujarnya menambahkan.

Dengan lebih dari 11 juta infeksi yang dikonfirmasi di seluruh dunia, Covid-19 diketahui menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan selain infeksi paru-paru. Sementara hasil penelitian menunjukkan bahwa komplikasi otak bisa lebih umum di antara pasien virus daripada yang diperkirakan.

Para ahli mengatakan itu tidak berarti kasus kerusakan otak tersebar luas. "Pengamatan yang menarik pandemi berarti sangat tidak mungkin bahwa ada pandemi paralel besar kerusakan otak yang tidak biasa terkait dengan Covid-19," kata Anthony David, direktur Institut Kesehatan Mental UCL.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement