Kamis 09 Jul 2020 19:18 WIB

Suhu Global Diperkirakan Naik 1,5 Derajat dalam 5 Tahun

Menjaga suhu di bawah 1,5 derajat celcius akan menghindari dampak iklim terburuk.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Salju berwarna hijau menyelimuti es di Antartika dampak dari perubahan iklim (Foto: green snow)
Foto: Cnet
Salju berwarna hijau menyelimuti es di Antartika dampak dari perubahan iklim (Foto: green snow)

REPUBLIKA.CO.ID,  LONDON -- Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan ada peluang bahwa kenaikan suhu global akan menembus ambang batas 1,5 derajat celcius selama lima tahun ke depan, dibandingkan dengan tingkat pra-industri.

Dikatakan, ada 20 persen kemungkinan kenaikan suhu sebesar ambang batas itu akan terjadi satu tahun sebelum 2024. Namun penilaian itu mengatakan ada kemungkinan 70 persen titik kritis itu akan terjadi dalam satu bulan atau lebih dalam lima tahun tersebut.

Baca Juga

Para ilmuwan mengatakan bahwa menjaga suhu di bawah 1,5 derajat celcius akan menghindari dampak iklim terburuk. Target tersebut disepakati oleh para pemimpin dunia dalam kesepakatan iklim Paris 2015.

Mereka berkomitmen untuk mengejar upaya untuk mencoba menjaga dunia dari pemanasan lebih dari 1,5 derajat celcius abad ini.

Penilaian baru ini mengatakan ada peluang yang semakin besar bahwa level ini tidak tercapai. Para peneliti mengatakan bahwa suhu tahunan rata-rata Bumi sudah lebih dari 1 derajat celcius lebih tinggi dari pada tahun 1850-an. Mungkin, akan tetap di sekitar tingkat ini selama lima tahun ke depan.

Beberapa bagian dunia akan merasakan peningkatan panas ini lebih dari yang lain. Para ilmuwan mengatakan bahwa Arktik mungkin akan menghangat dua kali lipat rata-rata global tahun ini.

Mereka juga memperkirakan bahwa selama lima tahun ke depan akan ada lebih banyak badai di Eropa Barat berkat kenaikan permukaan laut.

Penilaian tersebut mempertimbangkan variabilitas alami serta dampak emisi karbon dari aktivitas manusia. Namun model tidak memperhitungkan penurunan emisi CO2 yang disebabkan oleh pandemi virus corona.

WMO mengatakan ini tidak mungkin mempengaruhi suhu pada awal 2020-an.

"WMO telah berulang kali menekankan bahwa perlambatan industri dan ekonomi dari Covid-19 bukan pengganti tindakan iklim berkelanjutan dan terkoordinasi," kata Prof Petteri Taalas, sekretaris jenderal WMO dilansir di BBC, Kamis (9/7).

"Karena masa pakai CO2 yang sangat lama di atmosfer, dampak penurunan emisi tahun ini diperkirakan tidak akan mengarah pada pengurangan konsentrasi atmosfer CO2 yang mendorong kenaikan suhu global," jelasnya.

Taalas menambahkan, sementara Covid-19 telah menyebabkan krisis kesehatan dan ekonomi internasional yang parah, kegagalan untuk mengatasi perubahan iklim dapat mengancam kesejahteraan manusia, ekosistem dan ekonomi selama berabad-abad.

"Pemerintah harus menggunakan kesempatan untuk merangkul aksi iklim sebagai bagian dari program pemulihan dan memastikan bahwa kita tumbuh lebih baik, "kata Taalas.

Jika ambang batas 1,5 derajat celcius terjadi di salah satu tahun mendatang, para ahli menekankan itu tidak berarti target tidak tercapai. Namun itu akan menggarisbawahi urgensi pengurangan emisi yang signifikan untuk mencegah langkah jangka panjang ke dunia yang lebih berbahaya dan lebih panas ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement