Senin 13 Jul 2020 23:27 WIB

Keluarga Berperan Besar Cegah Covid-19

Keluarga jauh lebih bisa melakukan kontrol sebagai bagian dari komunitas

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Gita Amanda
(Covid-19 (ilustrasi). Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, keluarga memiliki peran sangat besar mencegah Covid-19.
Foto: www.freepik.com
(Covid-19 (ilustrasi). Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, keluarga memiliki peran sangat besar mencegah Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, keluarga memiliki peran sangat besar mencegah Covid-19. Utamanya, mengikuti adaptasi perubahan perilaku dan budaya disiplin protokol kesehatan selama pandemi.

Ia menuturkan, peran pemerintah dan tokoh agama memberikan pula andil dalam memotivasi masyarakat mengikuti perubahan budaya dan perilaku baru. Hal itu disampaikan Ganjar setelah melakukan survei di akun media sosial miliknya.

Baca Juga

Survei soal anjuran siapa yang paling diikuti anak muda untuk berubah. Ganjar menyebutkan, orang tua dan pemerintah paling banyak dipilih dengan 48 persen dan 39 persen, selebihnya tokoh agama tujuh persen dan teman enam persen.

"Orang tua dan pemerintah menduduki presentase terbesar mendorong orang untuk berubah," kata Ganjar dalam webinar bertajuk Membangun Budaya Tatanan Baru melalui Pengelolaan Perilaku hasil kerja sama UGM dan Kagama, Ahad (12/7).

Ganjar berkeyakinan pendekatan orang tua untuk mengajak anaknya ikuti anjuran agar bisa ikut mencegah penularan Covid-19 sangat penting. Anjuran memakai masker, jaga jarak dan kebiasaan cuci tangan perlu tersampaikan ke orang tua.

Ia menilai, keluarga jauh lebih bisa melakukan kontrol sebagai bagian dari komunitas. Tapi, selama pandemi anjuran promosi kesehatan selalu berubah ikuti kondisi terbaru dari Covid-19, dan pendekatan baru sangat diperlukan.

"Kampanye hal-hal yang baik soal pengalaman dan cara baru di medsos sangat manjur mengajak warga menjaga kesehatan bersama cegah Covid," ujar Ganjar.

Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Dr. Wening Udasmoro menuturkan, satu tantangan pemerintah tanggulangi penularan tidak lain mengubah budaya. Pasalnya, melahirkan budaya disiplin tidak semudah membalik telapak tangan.

Beratnya menerapkan budaya baru pada masa pandemi disebabkan tiga faktor yakni sisi ekonomi, ideologi dan budaya. Dari sisi ekonomi, masyarakat yang terdampak berusaha bangkit memiliki daya tahan kemampuan ekonomi terbatas.

"Mereka melanggar kedisiplinan karena mereka butuh makan, sehingga banyak yang melanggar kedisipilinan," kata Wening.

Soal ideologi, terkait dengan persoalan resistensi kelompok agama yang abai aturan protokol kesehatan demi bisa melakukan ibadah layaknya dalam kondisi normal. Ia melihat, resistensi ini banyak terjadi pula di negara-negara lain.

Terlebih, di Indonesia, ada faktor budaya yang senang kumpul. Maka itu, sejak era new normal pertemuan di angkringan, kafe hingga kumpulan sosialita muncul lagi karena tidak sabar, dan justru berisiko jadi sarana baru penyebaran.

"Kita harus pahami budaya. Tidak harus minta mereka untuk selalu cuci tangan dan jaga jarak, namun memahami budaya masyrakat secara detail," ujar Wening.

Guru Besar Fakultas Psikologi UGM, Prof. Djamaludin Ancok menambahkan, ada tiga faktor yang bisa mengajak masyarakat untuk berubah. Partama, patuh karena takut dihukum, sehingga ada peraturan dan penerapan sanksi yang tegas.

Ia melihat, sanksi diperlukan agar orang mengerti. Namun, orang bisa berubah karena ada yang mengajak, sehingga peran seorang komunikator perubahan sangat diperlukan. Serta, kesadaran diri lewat internalisasi dengan pengetahuan.

"Kita harus membuat orang lain dan meyakinkan mereka sadar betul bahayanya Covid-19 ini bagi diri mereka sendiri," Djamaludin.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement