REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menaati protokol kesehatan menjadi kunci mengendalikan penyebaran Covid-19. Dr Budhi Antariksa SpP(K) dari Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI dan RS Persahabatan mengungkapkan, saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diperlonggar, angka kepositifan tes virus SARS-CoV-2 meningkat.
Budhi menyebut, protokol kesehatan, yakni menggunakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, kadang diabaikan ketika PSBB diperlonggar. Hal itu ditandai dengan terlihatnya kerumunan orang di sejumlah tempat, seperti di pasar, kendaraan umum, hingga layanan umum, di mana beberapa orang memilih tidak menggunakan masker.
Padahal, mungkin saja, di antara orang tersebut, sudah terinfeksi tapi orang tanpa gejala (OTG). Itulah yang membuat kasus Covid-19 yang tadinya sudah sempat menurun, lalu naik lagi.
"Ini sudah kejadian di Jakarta," paparnya dalam Diskusi Online Imboost dengan tema "Bagaimana Menyiapkan Kehidupan New Normal dengan Meningkatkan Daya Tahan Tubuh" yang disimak di Jakarta, Kamis (9/7).
Hal itu, menurut Budhi, menjadi pertanda kalau virus corona tipe baru berpindah dari orang ke orang. Ketika itu terjadi, maka virus itu bermutasi dan bertambah banyak.
"Secara nyata, begitu PSBB diperlonggar, jumlah kasus malah naik. Artinya, virus memang bermutasi makin banyak," ujar dokter spesialis paru ini.
Menghadapi kondisi seperti itu, Budhi pun mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Ia menjelaskan, daya tahan tubuh erat hubungannya dengan asupan makanan bergizi dan pola istirahat.
"Kalau pola tidur kurang, lalu istirahat kurang, maka daya tahan tubuh akan menurun," kata Budhi.
Menurut Budhi, suplemen seperti immunomodulator dan multivitamin masih tetap diperlukan selama pandemi Covid-19. Sebab, kita masih belum tahu virusnya ini akan sampai kapan.
Begitu pula penemuan vaksin. Budhi mengatakan, tidak semua virus RNA itu bisa dibuatkan vaksinnya. Contohnya, HIV dan Hepatitis C juga tidak ada vaksinnya.
"Ada beberapa virus memang tidak ada vaksinnya dan kebetulan virus corona itu masuk virus RNA, jadi belum tentu dia bisa dibentuk vaksinnya," kata Budhi.