RETIZEN -- Penulis: Hasni Tagili*
Komisi X DPR mengingatkan Kemendikbud terkait penyederhanaan kurikulum. Jangan sampai hal itu malah menghilangkan pendidikan agama.
Ketua Komisi X Syaiful Huda menilai wacana penggabungan mata pelajaran (mapel) pendidikan agama dengan PPKn kurang tepat. Sebab, kedua mata pelajaran ini mempunyai filosofi dan muatan yang tidak bisa menggantikan satu dengan lainnya.
Pun, dari tiga UU Pendidikan Nasional, yakni UU Nomor 4/1950, UU Nomor 2/1989, dan UU Nomor 20/2003, kebudayaan nasional dan nilai-nilai agama menjadi dasar serta akar dari sistem pendidikan di Tanah Air.
Akar dan dasar dari pendidikan nasional ini pada tahapan selanjutnya menjadi rujukan untuk menentukan tujuan pendidikan, kebijakan, dan program pendidikan nasional. Sehingga, jika dipaksakan digabung, maka sama saja dengan mencederai kebijakan yang sudah ada. Tumpang tindih pada akhirnya.
Padahal, materi pendidikan agama saat ini sangat diperlukan untuk ditanamkan kepada para peserta didik. Mengingat, moral anak bangsa tengah mengalami degradasi. Hal itu bisa dilihat melalui data dari Badan Pusat Statistik pada publikasi Statistik Criminal tahun 2019 yang menjelaskan bahwa kenakalan remaja di Indonesia hanya menurun dari 336. 652 pada tahun 2017 menjadi 294. 281 pada tahun 2018. Jumlah penurunan ini dikatakan tidak begitu signifikan.
Pada tahun 2019, banyak kasus kenakalan remaja yang terpublikasi oleh sosial media seperti pembunuhan guru oleh siswa dan banyak berita kenakalan remaja lainnya.
Peristiwa nahas ini terjadi tentu tidak terlepas dari permasalahan moral dan agama yang berkembangan dalam perilaku seorang peserta didik.
Oleh karena itu, dipandang sangat penting dalam mengarahkan siswa-siswi menjadi masyarakat yang berakhlak baik secara paripurna melalui mata pelajaran pendidikan agama.
*Hasni Tagili, MPd, Praktisi Pendidikan Konawe, Kelurahan Wawonggole, Kecamatan Unaaha, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara