REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meskipun Presiden pertama RI, Ir Soekarno (Bung Karno) dikenal sebagai tokoh pergerakan dan revolusi, tetapi minatnya terhadap Islam pun besar. Beliau yang terkenal sebagai kutu buku dan orator ulung itu pun memahami soal hadis-hadis yang ditulis oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim (muttafaqun alaih).
Dalam bukunya berjudul Islam Sontoloyo, Bung Karno mengutarakan keinginannya membaca terjemahan kitab-kitab yang ditulis Imam Bukhari dan Imam Muslim. Keinginannya itu pun dituliskan dalam surat kedua yang ditulisnya di Ende, 25 Januari 1935.
“Pada hari ini semua buku dari anggitan saudara yang ada pada saya, sudah habis saya baca. Saya ingin sekali membaca lain-lain buah pena saudara. Dan ingin pula membaca Buchari dan Muslim yang sudah tersalin dalam bahasa Indonesia atau Inggris? Saya perlu kepada Bukhari atau Muslim itu, karena di situlah dihimpunkan hadis-hadis yang dinamakan shahih,” kata Bung Karno dalam suratnya.
Tak hanya itu, Bung Karno juga sempat menuliskan kritiknya akan hadis-hadis lemah dhaif yang masih ada dalam kitab-kitab yang ditulis Imam Bukhari dan Imam Muslim. Meski kedua Imam hadis tersebut memiliki alasan kuat mencantumkan hadis-hadis dhaif.
“Padahal saya membaca keterangan dari salah seorang pengenal Islam bangsa Inggeris, bahwa di Bukhari pun masih terselip hadis-hadis yang lemah. Dia pun menerangkan kemunduran Islam, kekunoan Islam, kemesuman Islam, ketakhayulan orang Islam, banyaklah karena hadis-hadis lemah itu yang lebih sering ‘laku’ daripada ayat-ayat Alquran,” sambungnya.
Dalam surat yang ditulis di Ende itu, Bung Karno juga menceritakan tentang persatuan Islam. Tak hanya itu, menariknya, Bung Karno bahkan menyampaikan bahwa pengetahuannya tentang Islam perlu diperluas. Dia pun meminta kepada Mohammad Natsir untuk mengirimkannya tulisan-tulisan (buku?) yang berbahasa Belanda tentang Islam agar ia mengerti dan dapat membacanya.