Rabu 22 Jul 2020 13:37 WIB

Ilmuwan Sebut Asteroid Hantam Bumi-Bulan 800 Juta Tahun Lalu

Ilmuwan menyebut hantaman asteroid hebat diprediksi terjadi setiap 100 juta tahun.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Gambar permukaan asteroid Bennu.
Foto: nasa
Gambar permukaan asteroid Bennu.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Ilmuwan memaparkan temuan baru mengenai hujan asteroid yang pernah terjadi di Bumi. Hujan asteroid diduga telah menghantam bulan dan Bumi 800 juta tahun lalu. Dampak dari periwtiwa ini kemungkinan telah memicu zaman es terbesar di Bumi.

Ada banyak tanda bahwa dampak kosmik memiliki efek besar pada sejarah Bumi. Misalnya, asteroid selebar 10 kilometer yang menghantam Bumi sekitar 66 juta tahun yang lalu dekat kota yang sekarang disebut Chicxulub di Meksiko.

Baca Juga

Hujan asteroid ini menghancurkan tiga perempat spesies hewan dan tumbuhan di Bumi. Spesies yang hancur termasuk sebagian besar dinosaurus. Peristiwa ini juga meninggalkan kawah raksasa lebih dari 180 km.

Dilansir di Space, Rabu (22/7) disebutkan, asteroid sebesar itu diperkirakan mampu menyerang Bumi hanya sekali setiap 100 juta tahun. Namun, erosi, gunung berapi, dan aktivitas geologis lainnya telah menghapus sebagian besar kawah terdampak di Bumi sehingga mengaburkan pengetahuan kita tentang tabrakan kosmik ini.

Mempelajari Bulan untuk tahu dampak hujan asteroid di Bumi

Dalam sebuah studi baru dari Jepang, untuk mempelajari lebih lanjut tentang dampak kuno hujan asteoid di Bumi, para ilmuwan menyelidiki bulan. Sebab, kawah bulan terpelihara dengan baik dalam ruang hampa di permukaan bulan.

Tim ilmuwan menyelidiki 59 kawah bulan, masing-masing dengan lebar 20 km atau lebih besar menggunakan pesawat ruang angkasa pengorbit bulan Jepang, Kaguya. Para peneliti menganalisis ketika kawah-kawah ini terbentuk dengan memeriksa cincin-cincin batu yang terlontar dari dampak yang menciptakannya. 

Meteoroid kecil menghujani bulan dengan kecepatan yang dapat diprediksi, meninggalkan kawah dengan lebar mulai dari 100 hingga 1.000 meter. Dengan menghitung jumlah kawah kecil ini dalam ejecta kawah besar, ilmuwan dapat memperkirakan kapan kawah besar terbentuk.

Para ilmuwan menemukan bahwa delapan kawah besar yang mereka pelajari terbentuk secara bersamaan, termasuk kawah Copernicus yang lebarnya 93 kilometer. Kawah itu adalah tempat astronot Apollo mengumpulkan sampel.

Para peneliti memperkirakan kawah-kawah ini lahir setelah hujan asteroid sekitar 800 juta tahun yang lalu. Mereka mengetahui hal itu dengan radioisotop penanggalan materi terlontar dari Copernicus yang dibentuk oleh dampak meteorit yang dikumpulkan dari sejumlah lokasi pendaratan Apollo.

Dengan asumsi bahwa hujan asteroid yang membombardir bulan juga akan berdampak pada Bumi, para ilmuwan menghitung bahwa 40 triliun hingga 50 triliun metrik ton meteoroid menghantam Bumi dalam hujan ini. Jumlah ini 30 hingga 60 kali massa pembunuh dinosaurus di Chicxulub.

Dampak kosmik ini akan menghantam Bumi dan bulan segera sebelum periode Cryogenian 635 juta hingga 720 juta tahun yang lalu. Selama periode Cryogenian, Bumi melihat zaman es terbesarnya yang berpotensi menutupi seluruh planet dalam es.

Zaman es

Ketua penulis studi Kentaro Terada, kosmokimiawan di Universitas Osaka di Jepang, mengatakan bahwa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa dampak Chicxulub meledakkan sejumlah besar debu, yang menggelapkan langit dan mendinginkan Bumi.

Selain itu, hujan meteoroid 470 juta tahun lalu mungkin juga menerbangkan debu dalam jumlah yang luar biasa, berpotensi memicu apa yang disebut zaman es pertengahan Ordovisium.

"Dari pertimbangan ini, saya dapat mengatakan bahwa tidak aneh bahwa hujan asteroid 800 juta tahun yang lalu mungkin telah memicu zaman es. Sebab, total massa 800 juta tahun yang lalu dalam penelitian kami adalah 10 hingga 100 kali lebih besar daripada dampak Chicxulub dan hujan meteoroid 470 juta tahun yang lalu," kata Terada.

Para peneliti memperkirakan hujan asteroid ini akan menyebarkan 100 miliar metrik ton fosfor di seluruh Bumi. Jumlah ini sekitar 10 kali lebih banyak dari total fosfor di lautan saat ini. Fosfor adalah elemen kunci dari DNA dan membran sel.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement