REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Faktor etnis dan sosial ekonomi tampaknya berkontribusi terhadap tingkat kematian akibat infeksi virus corona jenis baru (Covid-19). Dalam studi terbaru, lebih dari 17 juta data pasien di Inggris dianalisis untuk faktor risiko yang berkontribusi terhadap kematian terkait penyakit ini.
National Health Service (NHS) Inggris melakukan studi melalui OpenSAFELY, sebuah platform analitik kesehatan yang menggunakan data anonim sekitar 40 persen dari semua pasien Covid-19 di negara itu untuk lebih memahami dampak virus corona jenis baru.
Dalam studi yang dipublikasikan di Nature, para peneliti mengaitkan data dengan 10.962 kematian akibat Covid-19 untuk memahami apa yang membuat orang lebih mungkin meninggal akibat penyakit ini. Data terakhir berasal dari 6 Mei, yang berarti jumlahnya mungkin terlihat berbeda hari ini.
Secara keseluruhan, risiko kematian 90 hari setelah dimulainya penelitian angkanya kurang dari 0,01 persen pada mereka berusia antara 18 hingga 39 tahun. Angkanya naik menjadi 0,67 persen dan 0,44 persen masing-masing pada pria dan wanita yang berusia 80 tahun dan lebih tua. Bahkan, mereka yang di atas 80 memiliki risiko dua kali lipat lebih tinggi meninggal akibat Covid-19 dibandingkan dengan orang di usia 50 tahun ke atas.
Selain faktor risiko usia, gender seperti laki-laki, serta obesitas dan penyakit penyerta seperti diabetes juga berpengaruh. Para peneliti juga menemukan bahwa pasien etnis kulit hitam dan Asia Selatan jauh lebih mungkin tidak dapat melawan penyakit, meskipun hanya 11 persen dari pasien.
"Temuan kami menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari risiko berlebih yang dijelaskan oleh prevalensi yang lebih tinggi dari masalah medis seperti penyakit kardiovaskular atau diabetes di antara orang kulit hitam dan etnis minoritas atau perampasan yang lebih tinggi,” ujar tim peneliti, dilansir Health 24, Rabu (22/7).
Tim peneliti juga mengatakan bahwa studi untuk pertama kalinya menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil dari peningkatan risiko kematian terkait Covid-19 yang secara substansial di antara kelompok non-kulit putih dan di antara orang yang tinggal di daerah yang lebih miskin dapat dikaitkan dengan penyakit yang ada. Mereka merekomendasikan agar lebih banyak penelitian dipertimbangkan dengan alasan mengapa kelompok yang tidak berkulit putih terkena dampak negatif, termasuk alasan seperti paparan pekerjaan dan kondisi kehidupan. Penting untuk dicatat bahwa skenario ini mungkin hanya relevan untuk Inggris atau negara-negara Barat lainnya.
Studi juga menemukan asma yang parah menjadi faktor risiko tinggi, meskipun penelitian sebelumnya tidak melihat angka kematian yang tinggi pada penderita asma. Selanjutnya, ada satu statistik menarik terkait dengan merokok.
Para peneliti menemukan bahwa merokok tidak menempatkan seseorang pada risiko kematian yang lebih tinggi, kecuali mereka memiliki komorbiditas akibat kebiasaan buruk konsumsi produk mengandung nikotin tersebut. Namun, mereka berpendapat bahwa lebih banyak penelitian dilakukan dan tidak menganggap nikotin sebagai pelindung dari virus corona jenis baru.
OpenSAFELY masih mengumpulkan data dan akan terus menggunakan platform untuk menghasilkan wawasan lebih lanjut tentang Covid-19. Sebelumnya, sejumlah kekhawatiran dikemukakan oleh beberapa ahli epidemiologi dan ilmuwan data ketika penelitian ini diterbitkan sebagai cetakan di surat terbuka. Mereka mengingatkan bahwa kata-kata dalam penelitian ini dapat ditafsirkan atau dipahami dengan salah.