Kamis 23 Jul 2020 14:37 WIB

Psikolog: Anak Jangan Dibuat Tegang Terus

Dengan bermain, anak memiliki kesempatan melampiaskan emosi secara positif.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Ayah bermain dengan anaknya. Anak butuh waktu untuk bermain.
Foto: Republika/Novita Intan
Ayah bermain dengan anaknya. Anak butuh waktu untuk bermain.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Dalam masa pandemi Covid-19, anak tetap perlu melakukan kegiatan eksplorasi sesuai usia. Ia juga bisa merasa bosan ketika terus terkurung di rumah.

Menghadapi hal menantang itu, orang tua harus mencari jalan agar sama-sama nyaman. Agar tak melulu terfokus pada pelajaran sekolah, anak perlu mendapatkan waktu bermain.

Baca Juga

"Anak bisa stres, bosan, kangen teman, bingung banyak tugas sekolah, dan kesal orang tua marah terus," kata psikolog Anna Surti Ariani dalam webinar #PaddlePopMainYuk.

Anna mengatakan, andaikan ditekan terus dengan tuntutan-tuntutan, anak akan seperti karet yang tegang, tidak efektif dipakai. Ketika dilonggarkan terlebih dulu, maka karet bisa dipakai untuk mengikat sesuatu.

"Begitu juga otak anak yang sebenarnya tidak akan efektif jika terus-terusan dipaksa belajar tanpa waktu bermain. Setelah dibiarkan santai, baru kemudian otak anak bisa efektif dipakai kembali," jelas Anna yang juga ketua Ikatan Psikologi Klinis Jakarta.

Bermain, menurut Anna, juga berfungsi sebagai cara anak mengatasi tekanan (coping stress) serta melatih kemampuan mengatasi masalah. Dengan bermain, misalnya, anak bisa meluapkan kekesalan dengan sehat.

"Misalnya, ketika dimarahi orang tua, anak meluapkannya dengan bermain atau memarahi boneka," kata Anna.

Menurut Anna, mengekspresikan emosi akan lebih baik ketimbang memendamnya. Dengan begitu, anak tidak terlalu stres.

"Jadi, kalau anak kesal karena dimarahi lalu disuruh kembali belajar sebenarnya tidak efektif juga," kata Anna dan

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِيْ كُنْتَ عَلَيْهَآ اِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَّتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَّنْقَلِبُ عَلٰى عَقِبَيْهِۗ وَاِنْ كَانَتْ لَكَبِيْرَةً اِلَّا عَلَى الَّذِيْنَ هَدَى اللّٰهُ ۗوَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Kami tidak menjadikan kiblat yang (dahulu) kamu (berkiblat) kepadanya melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berbalik ke belakang. Sungguh, (pemindahan kiblat) itu sangat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.

(QS. Al-Baqarah ayat 143)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement