Jumat 24 Jul 2020 17:41 WIB

Organisasi Penggerak Dinilai Mirip Kartu Prakerja

POP disarankan dihentikan sebelum anggaran terlanjur dicairkan.

Rep: Febryan A/ Red: Ilham Tirta
Ketua Dewan Pengawas FSGI - Retno Listyarti
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ketua Dewan Pengawas FSGI - Retno Listyarti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pengawas Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Retno Listyarti menilai, Program Organisasi Penggerak (POP) milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mirip dengan Program Kartu Prakerja. Selain sama-sama menuai kontroversi, kedua program itu juga sama-sama tak punya pelatihan yang jelas. Ia pun meminta POP dibatalkan.

Retno mengatakan, kemiripan pertama, sama-sama bertujuan meningkatkan keterampilan. Kartu Prakerja untuk meningkatkan keterampilan angkatan kerja. Sedangkan POP untuk guru dan kepala sekolah.

Kemiripan kedua adalah soal kontroversi yang muncul saat kedua program ini mulai digulirkan. "Saya khawatir, di awal-awal pandemi, Kartu Prakerja ini kan jadi pro kontra juga ya, (sama dengan POP sekarang)," kata Retno dalam konferensi daring pada Jumat (24/7).

Kartu Prakerja sejak pertama digulirkan pada awal April lalu menuai kontroversi. Paling menghebohkan ketika diketahui salah satu mitranya adalah Ruangguru, startup milik Belva Devara yang merupakan staf khusus Presiden Joko Widodo. Selain itu, publik juga heboh karena materi pelatihan program ini banyak yang tak relevan dan sebenarnya bisa didapatkan secara gratis di platform YouTube.

POP, yang didanai dari APBN sebesar Rp 567 miliar, juga menuai kontroversi. Pertama, mundurnya tiga organisasi besar, yakni Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan PGRI. Kedua, lolosnya Yayasan Bhakti Tanoto (Tanoto Foundation) dan Yayasan Putera Sampoerna, yang mana merupakan yayasan milik perusahaan raksasa.

Ketiga, pelatihan yang diberikan dinilai sama-sama tidak jelas. Pada POP, kata Retno, banyak pelatihan yang tak relevan dengan tujuannya. "Salah satu yang tidak jelas itu saya temukan kok ada program Bahasa Inggris untuk bayi, padahal ini kan untuk peningkatan keterampilan guru dan kepala sekolah," kata Retno.

Dalam dokumen hasil evaluasi proposal POP yang dirilis Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, memang ditemukan organisasi yang lolos dengan mengajukan proposal berjudul "Baby Method English". Menurut Retno, lolosnya proposal semacam itu menandakan adanya ketidakberesan dalam proses seleksi.

"Ini menunjukkan ketidakmampuan, memang tidak profesional dalam melakukan seleksi. Saya melihat seleksi ini asal-asalan," kata dia.

Retno menyarankan agar program ini dievaluasi atau dibatalkan sebelum dananya terlanjut dicairkan. "Ini jangan-jangan buang-buang uang negara. Dari pada nanti pada terperiksa, tersandung kasus hukum," katanya.

POP merupakan program unggulan Kemendikbud yang diluncurkan pada awal Maret 2020. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas guru dan kepala sekolah melalui pelatihan.

Untuk melaksanakannya, Kemendikbud melibatkan organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas meningkatkan kualitas para guru. Dana pun dialokasikan sebesar Rp 567 miliar untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih.

Organisasi terpilih dibagi ke dalam tiga kategori, yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Gajah akan mendapat anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar per tahun, Macan Rp 5 miliar, dan Kijang Rp 1 miliar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement