REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhyiddin
Di balik sosok hebat, pasti ada seorang guru yang mendoakan dan membimbing. Termasuk Jenderal Besar Sudirman. Keteguhan hati dan keberanian sang jenderal melawan penjajah Belanda diwariskan dari salah satu gurunya, KH Bey Arifin, ulama asal Sumatra Barat.
Mungkin tak banyak yang tahu siapa KH Bey Arifin. Padahal, sepak terjangnya di berbagai organisasi ulama, akademisi, hingga dunia militer membawanya mengenal banyak tokoh di Indonesia.
KH Bey Arifin menjadi juru dakwah dan imam tentara selama bertahun-tahun. Ia pun menjalin persahabatan dengan banyak tokoh militer Tanah Air, termasuk Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Sosok yang akrab disapa Pak Dirman itu menganggap Kiai Bey Arifin sebagai salah seorang gurunya. Dalam buku biografi Bey Arifin, Jenderal Sudirman menyumbangkan tulisan berjudul Ustadz H Bey Arifin sebagai Perwira Rohani dalam Kesatuanku dan Juga Sebagai Guruku.
Selain dekat dengan kalangan tentara, Kiai Bey Arifin tentunya juga akrab dengan para ulama. Apalagi, ia pernah menjabat sebagai ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Jawa Timur. Lelaki kelahiran Sumatra Barat itu juga aktif dalam pergerakan politik kebangsaan, misalnya, melalui Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Di Konstituante, ia duduk sebagai anggota mewakili partai tersebut.
Dalam catatan sejarah, KH Bey Arifin juga pernah belajar bersama-sama dengan Ketua Umum MUI per tama Indonesia, yaitu Buya Hamka. Ia dan Buya Hamka pernah ikut dalam forum diskusi besar kalangan alim ulama di Masjid Batu Merah, Ambon, Maluku, tepatnya pada mo men Hari Kebangkitan Nasional. Dalam buku Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia dijelaskan, Masjid Batu Merah tak cukup lapang untuk menampung para peserta forum. Maka, pada 1924 masjid itu pun direnovasi.
Cendekiawan Muslim Prof Deliar Noer pernah mengadakan penelitian tentang gerakan-gerakan Islam di Indonesia pada 1955. Saat melakukan penelitian itu, ia menumpang di rumah Kiai Bey Arifin yang berada di kompleks perumahan dinas militer, Jalan Perwira, Surabaya.
Deliar Noer pun mengenang masa-masa dirinya menumpang di rumah sang kiai. Selama sebulan, ia mengaku mendapatkan kesan yang mendalam tentang sosok Kiai Bey Arifin dan keluarganya. Menurut dia, cita-cita Kiai Bey Arifin untuk menjadi seorang mubaligh saat itu sudah terpenuhi.
Kalau dilihat secara lahir dan mengenal kemauan keras Bey Arifin dari dekat, tampaknya hanya Allah yang akan menghentikannya dalam berdakwah, ujar Deliar Noer, seperti dikutip dalam publikasi Kinantan edisi Agustus 1995.