Kamis 30 Jul 2020 17:58 WIB

Sharing Telekomunikasi Jangan Melanggar Hukum

Sharing Telekomunikasi diharapkan tidak menciptakan persaingan usaha tidak sehat.

Jaringan telekomunikasi (ilustrasi)
Foto: abc news
Jaringan telekomunikasi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meutya Viada Hafid, Ketua Komisi I DPR Republik Indonesia mengatakan, sharing economy adalah sebuah model bisnis berbentuk ekonomi berbagi yang sedang menjadi sorotan lantaran maraknya pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Selain itu sharing economy membawa semangat perubahan dalam memanfaatkan TIK.

Sharing economy itu ditandai dengan kompetisi itu dijadikan  partner. Sesama pelaku usaha yang satu bidang atau berbeda dapat melakukan kolaborasi atau kerja sama. Ini lebih baik jika mereka tak menjadi kompetitor. Di dalam industri telekomunikasi  juga dikenal dengan sharing infrastructure. Sharing infrastructure telekomunikasi ditujukan untuk mempercepat pembangunan jaringan,” kata Meutya dalam webinar  bertema Penerapan Sharing Economy di Sektor Teknologi Informasi dan Komunikasi yang digelar Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia.

Lanjut  Meutya, Komisi I DPR RI mendukung prinsip sharing  economy sebagai langkah pemanfaatan TIK dengan memperhatikan aturan dan kaidah yang berlaku di NKRI serta menerapkan prinsip usaha yang legal dan transparan.

Pengamat telekomunikasi, Nonot  Harsono, berkata sharing infrastructure di industri telekomunikasi sudah terjadi. Mantan komisioner BRTI mengingatkan saat ini sharing di industri telekomunikasi hanya sebatas sharing infrastructure pasif seperti  menara, backbone dan ducting. Sedangkan sharing infrastructure aktif belum diperkenankan diberlakukan di Indonesia.

“Industri telekomunikasi di Indonesia itu high resolution. Saat ini untuk sharing infrastructure aktif seperti Open Access Networks  (OAN) dan MVNO belum dapat diterapkan di Indonesia. Sharing hanya dapat dilakukan di jaringan backbone dengan skema sewa. Regulasi telekomunikasi Indonesia masih menggunakan UU  36/1999 yang bebasis kompetisi terbuka," kata dia.

Nonot berkata, dalam konsep ini setiap perusahaan harus membangun jaringannya masing-masing. Dengan diwajibkan memenuhi komitment pembangunan. "Mereka harus melakukan efesiensi sendiri. Sehingga konsep sharing tidak bisa dijalankan,” terang Nonot.

Nonot menilai sharing infrastructure aktif telekomunikasi tidak  mendorong penggelaran infrastruktur telekomunikasi, sehingga  tidak sejalan dengan upaya pemerintah dalam memperluas  jangkauan dan meningkatkan bandwidth jaringan telekomunikasi. Agar objektif pemerintah untuk memperluas jangkauan dan   meningkatkan bandwidth jaringan telekomunikasi, Nonot   menyarankan pemerintah dapat mengimplementasikan sharing pada teknologi baru. Ini disebabkan teknologi baru belum  dimulainya investasi dan tidak ada kompetisinya.

Dalam penerapan teknologi existing di mana telah terdapat  investasi dan kompetisi, kata Nonot, kebijakan sharing akan merugikan pihak yang telah berinvestasi. Selain itu sharing juga bisa dilakukan di calon ibu kota baru. Pemerintah dapat mendesain sejak awal jaringan telekomunikasi di ibu kota baru. Termasuk untuk kebutuhan pemerintah dan masyarakat umum.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement