Jumat 31 Jul 2020 10:58 WIB

Psikolog: Fetish atau Bukan, Harus Ada Pemeriksaan Dulu

Seorang mahasiswa di Surabaya disebut fetish karena membungkus orang bak pocong.

Red: Reiny Dwinanda
Kain batik. Ketertarikan atau rangsangan seksual pada benda-benda non-seksual, seperti kain jarik, disebut sebagai fetish dalam ilmu psikologi.
Foto: Republika/ Wihdan
Kain batik. Ketertarikan atau rangsangan seksual pada benda-benda non-seksual, seperti kain jarik, disebut sebagai fetish dalam ilmu psikologi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Psikolog klinis dewasa Nirmala Ika menyebut perilaku Gilang Aprilian Nugraha Pratama, mahasiswa Universitas Airlangga, Surabaya, Jawa Timur, yang membungkus orang lain bak pocong dengan kain jarik tak bisa langsung disimpulkan sebagai fetish. Ia menjelaskan bahwa untuk memastikan seseorang dengan fetish perlu ada pemeriksaan langsung oleh para ahli kesehatan.

"Harus ada pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan Gilang itu fetish atau bukan," ujar dia saat dihubungi Antara, Jumat.

Baca Juga

Nirmala mengatakan, fetish pada dasarnya merupakan ketertarikan atau rangsangan secara seksual pada organ-organ atau bagian tubuh yang non-seksual atau pada benda-benda yang non-seksual. Dia mencontohkan, seseorang dengan fetish bisa terangsang ketika melihat ibu jari seseorang, rambut, atau hidung seseorang.

Orang dengan fetish juga bisa mendapatkan rangsangan ketika melihat benda-benda random, semisal sepatu, pakaian, sarung tangan, dan lainnya, yang pada orang lain benda ini terasa biasa saja. Lalu, apakah seseorang dengan fetish bisa disebut mengalami penyimpangan seksual?