REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong tumbuhnya investasi di sektor industri pengembangan baterai untuk kendaraan listrik. Langkah strategis ini dinilai dapat mengakselerasi upaya mewujudkan Indonesia sebagai salah satu pemain utama dalam memproduksi kendaraan yang ramah lingkungan, termasuk berbasis listrik atau electric vehicle.
“Teknologi baterai untuk kendaraan listrik merupakan kunci utama bagi Indonesia menjadi pemain utama di sektor electric vehicle yang ramah lingkungan. Maka itu, investasi dalam pengembangan baterai kendaran listrik menjadi sebuah hal yang perlu terus kami dorong,” kata Direktur Industri Maritim Alat Transportasi dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin Putu Juli Ardika melalui siaran pers yang diterima pada Jumat (31/7).
Ia menyampaikan, Indonesia memiliki ketersediaan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan guna menciptakan kemandirian dalam pengembangan baterai kendaraan listrik. “Untuk memproduksi baterai kendaraan listrik, dibutuhkan bahan baku yang jumlahnya mencukupi di Indonesia, seperti nikel dan kobalt. Selain itu, industri kendaraan listrik juga mulai berkembang dan memiliki fondasi pasar di dalam negeri hingga potensi ekspor,” ujar Putu.
Bahkan pada sektor refinery bahan baku baterai kendaraan listrik, Putu mengemukakan, Kemenperin telah menerima berbagai komitmen investasi. Di Morowali, Sulawesi Tengah misalnya, PT QMB New Energy Minerals telah berinvestasi sebesar 700 juta dolar AS. Selain itu, PT Halmahera Persada Lygend juga telah berkomitmen menggelontorkan dananya sebesar Rp 14,8 triliun di Halmahera, Maluku Utara.
Selanjutnya, bagi produksi baterai cell lithium ion, terdapat investasi sebesar Rp 207,5 miliar yang dikucurkan oleh PT International Chemical Industry. Perusahaan ini akan memproduksi sebanyak 25 juta buah baterai cell lithium ion yang setara 256 MWh per tahun.
“PT International Chemical Industry akan mulai masuk tahap pra-produksi komersial pada akhir 2020. Lalu mulai masuk tahap produksi komersial pada 2021,” tuturnya.
Pemerintah, kata dia, telah membentuk tim yang bertugas mendorong dan mengakselerasi keterlibatan industri dalam negeri agar bisa mengembangkan baterai kendaraan listrik. Tim ini terdiri dari BUMN di sektor tambang dan energi seperti Mind.id, PT Antam, PT PLN, dan PT Pertamina. Mind.Id dan PT Antam akan fokus ke raw material dan refinery. Sementara, PT PLN dan PT Pertamina fokus pada sektor hilirnya.
Saat ini Kemenperin terus menjalin koordinasi dengan sejumlah pemangku kepentingan. Salah satunya dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait pengembangan baterai kendaraan listrik. Isu utama yang dibahas di antaranya daur ulang baterai lithium ion bekas menjadi bahan baku dalam memproduksi baterai baru.
“Dari berbagai kajian, baterai lithium ion dapat didaur ulang dan hasilnya 100 persen tidak ada yang terbuang sehingga tidak menghasilkan limbah B3. Hal ini tentu sangat penting menyokong produksi bahan baku baterai yang ada di berbagai wilayah seperti di Morowali, dan untuk itu kami terus berkoordinasi dengan KLHK terkait upaya daur ulang baterai lithium ion yang aman bagi lingkungan,” katanya.
Dalam pengembangan teknologi baterai kendaraan listrik, Putu menyebutkan, aspek ekonomi dan lingkungan harus dapat berjalan beriringan. Dengan begitu, berbagai invovasi teknologi dapat berdampak positif terhadap industri dan masyarakat tanpa mengesampingkan kelestarian lingkungan hidup.
“Pada prinsipnya kemajuan teknologi di sektor otomotif melalui pengembangan baterai kendaraan listrik tetap harus memperhatikan kelestarian lingkungan. Sehingga dampaknya dapat dirasakan baik itu guna memajukan sektor ekonomi dan industri sekaligus tetap menjaga kelestarian alam,” ujar Putu.