REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Nurbani Yusuf, menekankan, pentingnya menghidupkan kembali diskursus tentang Pancasila secara proporsional dan kontekstual dengan semangat zaman. Hal ini diperlukan karena terjadi penurunan kepercayaan publik terhadap ideologi Pancasila.
Pada 2005,Nurbani menyebutkan, presentase publik yang pro-Pancasila mencapai 85,2 persen. Lima tahun selanjutnya mengalami penurunan menjadi 79,4 persen lalu 75,3 persen di 2018. "Dalam waktu 13 tahun, publik yang pro-Pancasila mengalami penurunan sebanyak 10 persen,” kata Nurbani.
Nurbani juga menjelaskan implikasi yang diberikan para tokoh nasional terhadap ideologi Pancasila. Tokoh-tokoh nasional yang diteliti dalam disertasinya memiliki empat dimensi penting sehingga membuat ideologi Pancasila dapat memelihara relevansinya di tengah perkembangan aspirasi masyarakatnya dan tuntutan perubahan zaman. Dimensi tersebut yakni dimensi idealitas, dimensi fleksibelitas, dimensi realistas, dan dimensi relatif-spekulatif.
Dimensi idealitas berarti suatu ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dimensi fleksibilitas mengacu pada ideologi yang demokratis, yang meletakkan kekuatannya pada keberhasilannya merangsang masyarakat untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru.
Hal ini terutama tentang nilai-nilai dasar yang terkandung di dalamnya. “Melalui pemikiran-pemikiran baru tentang dirinya ideologi itu mempersegar dirinya, memelihara dan memperkuat relevansinya dari waktu ke waktu," kata Nurbani
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan suatu ideologi itu terbuka karena bersifat demokratis. Kemudian mempunyai dinamika internal yang mengundang dan merangsang mereka yang meyakininya untk mengembangkan pemikiran-pemikiran baru.
"Tentang dirinya tanpa khawatir atau menaruh curiga akan kehilangan hakikat dirinya,” ungkapnya dalam keterangan pers yang diterima Republika.
Sementara itu, dimensi realita mengartikan ideologi itu perlu memiliki nilai-nilai dasar yang bersumber dari riil hidup di dalam masyarakatnya. Hal ini terutama pada waktu ideologi tersebut lahir sehingga mereka betul-betul merasakan dan menghayatinya. Mereka bisa meresapi nilai-nilai dasar itu sebenarnya milik mereka bersama.
Adapun dimensi relatif-spekulatif merupakan intepretasi yang dilakukan oleh para tokoh berdasarkan hasil perenungan panjang dalam pengalamannya. Lebih utamanya dalam rangka memberikan solusi atas pertanyaan-pertanyaan atau kegelisahan yang dihadapi oleh masyarakat. "Terutama pada ideologi yang telah disepakatinya," ujarnya.