REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyarankan, adanya simulasi protokol kesehatan di sekolah yang dijadikan sebagai role model atau contoh untuk proses pertemuan tatap muka. Peninjauan lebih lanjut terhadap simulasi dilakukan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di daerah yang disesuaikan situasi dan kondisi masing-masing.
"Video protokol yang berbeda-beda karena ini banyak sekali perbedaanya, ada sekolah yang dia seperti biasa masuk kemudian setelah itu kembali siswanya, ada juga sekolah yang berasrama ini yang paling rawan," ujar Tito dalam siaran pers Kemendagri, Senin (3/8).
Tito menyebutkan, simulasi protokol kesehatan dibedakan antara sekolah agama seperti pesantren dan madrasah, jenjang pendidikan SD/SMP/SMA, serta sekolah dengan asrama, misalnya akademi polisi, dan sebagainya. Video simulasi protokol kesehatan pencegahan dan pengendalian Covid-19 harus dibedakan.
"Karena sekali kena akan kena semua, tempat tidurnya, makanannya sama-sama. Kemudian termasuk sekolah-sekolah agama seperti pesantren, ini protokolnya harus beda-beda," kata Tito.
Apabila tidak ada kluster baru setelah simulasi penerapan protokol kesehatan, maka dapat ditiru oleh sekolah lainnya. Tito menyebutkan, waktu simulasi dapat dilakukan dua sampai tiga pekan.
Tito juga menyarankan, pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) atau rapid test/tes cepat dilakukan secara regular setiap dua pekan untuk mencegah terjadinya penyebaran covid-19. Apabila simulasiya menghasilkan perkembangan yang baik dan semua taat pada protokol, maka program dapat berlanjut.
"Guru-guru yang masuk sebelumnya mereka rapid baru mengajar, kemudian pemeriksaan secara reguler per dua minggu dengan PCR atau rapid sebanyak dua kali," kata Tito.
Hal itu diungkapkan Tito dalam rangka mempersiapkan metode persiapan pembelajaran tatap muka berdasarkan surat keputusan bersama enam kementerian/lembaga.