Selasa 04 Aug 2020 16:42 WIB

Mendorong Generasi Social Entrepreneur

Lahirnya generasi entrepreneur di kalangan milenial menjadi kontribusi positif.

 Siti Widharetno Mursalim, Head of Business Incubator Center (BICUBE) Politeknik STIA LAN Bandung.
Foto: dokpri
Siti Widharetno Mursalim, Head of Business Incubator Center (BICUBE) Politeknik STIA LAN Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Siti Widharetno Mursalim (Head of Business Incubator Center (BICUBE) Politeknik STIA LAN Bandung)

Menjadi orang hebat, artinya sejauh mana kita dapat memberi kemanfaatan bagi orang lain. Orang sukses adalah mereka yang mau berkolaborasi dan memberikan dampak positif bagi sebanyak-banyaknya manusia. Pada intinya tidak ada orang yang hebat sendirian, tidak ada orang sukses tanpa bantuan orang lain. 

Di sinilah kita akan membangun cara pandang seorang yang muncul ke permukaan dengan cara bergandengan dengan pihak lain atau orang lain. Ketika kita membangun usaha, bisnis, atau apapun itu, tidak bisa berjalan sendiri, sebab kita sangat ditopang oleh orang lain. Karenanya, kunci maju dan berkembang adalah dengan cara memberikan kemanfaatan bagi orang lain juga. 

Lahirnya generasi entrepreneur di kalangan anak muda atau milenial, tentu hal ini sangat baik dan menjadi kontribusi positif bagi bangsa ini. Sebab salah satu tanda negara maju juga adalah sejauh mana tradisi kemendirian di kalangan masyarakatnya, salah satunya dengan cara berbisnis. Sehingga mereka tidak hanya berebut sektor formal atau masuk pada perkantoran-perkantoran yang sebenarnya jumlahnya sangat terbatas. 

Dengan berwirausaha, setiap orang dapat mengembangkan potensi dirinya, membuka kesempatan bagi orang lain untuk bekerja, dan akan melakukan pemberdayaan lebih luas. Sebab seorang pengusaha, dipastikan membutuhkan orang lain untuk menopang usaha yang dirintisnya. Tidak ada pengusaha yang mengurus seluruh aspek usahanya seorang diri. 

Gagasan bisnis seseorang sejak dulu orientasinya adalah pada pemenuhan kebutuhan diri. Artinya, bagaimana seseorang mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, tanapa peduli dengan orang lain atau lingkungan sekitarnya. Sebab pada dasarnya orang berusaha adalah untuk mencukupi kebutuhan dirinya, bahkan jika memungkinkan lebih dari cukup. Kaya raya adalah cita-citanya. 

Kini, cara berbisnis seperti itu mungkin masih banyak dilakukan orang-orang. Namun, pergeseran cara berbinis juga kita perlu mengapresiasi ketika orang-orang kini tidak lagi berorientasi pada pemenuhan kebutuhan diri sendiri semata, tetapi justru bagaimana mereka dapat memberikan kemanfaatan bagi lingkungan sekitar. Tepatnya, berbisnis untuk mengentaskan persoalan sosial. 

Merintis usaha, atau mendirikan perusahaan, bukan semata untuk dirinya, tetapi dalam rangka menjawab persoalan sosial yang ada. Keberhasilan dari sebuah binis adalah ketika dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat sekitarnya. Setiap sektor yang digarap tiada lain merupakan kebaikan. 

Gagasan berbisnis dalam konteks social enterprise juga tidak jarang berangkat dari analisis seseorang atas persoalan sosial yang ada di sekitarnya. Dari situ kemudian orang merancang solusi yang dapat memberikan jawab atas masalah yang ada. Jadi persoalan bisnis, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi include ke dalam fenomena sosial yang ada. Bisnis bukan hal yang terpisah dengan ruang dan waktu, tetapi menjadi bagian yang tidak terpisahkan. 

Keuntungan yang dihasilkan dari bisnis model seperti ini harus dirasakan bersama. Keuntungan baik dalam konteks materi maupun dampak sosial, budaya, atau aspek lainnya. Sebab keuntungan pada model ini bukan semata persoalan materi, tetapi terjadinya perubahan positif yang terjadi di kalangan masyarakat. 

Untuk melakukan model bisnis seperti ini dibutuhkan kecerdasan berbisnis, yang dipadukan dengan kemampuan pemberdayaan. Mereka biasanya memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, yang mampu menganalisis fenomena yang ada. Karena model bisnisnya harus memberikan dampak luas, maka orangnya harus memiliki kemampuan untuk merancang binis dengan model baru, yang tidak hanya menjual (baik barang maupun jasa), kemudian dia mendapatkan untung sendirian. 

Menjadi social entrepreneur memang tidak mudah, sebab basis kebutuhannya bukan pada diri sendiri tetapi juga orang banyak. Bahkan sebenarnya tidak sedikit para pelaku social entrepreneur ini justru berangkatnya dari kegiatan atau aktivitas sosial murni. Namun, dengan tangan kreatifnya kemudian menjadi sebuah gerakan binis dalam rangka memenuhi kebutuhan finansial gerakan sosial tadi. 

Memadukan kegiatan bisnis dengan sosial memang tidak mudah. Tetapi kreativitas kaum milenial kini yang memiliki kepedulian tinggi terhadap ranah sosial, menjadikan gerakan ini semakin semarak. Selain berbasis aktivitas fisik biasanya, pelaku social entrepreneur juga banyak berbasis aplikasi dan platform media digital lainnya. 

Berkolaborasi dengan berbagai pihak, model binis seperti ini menjadi ciri khas masyarakat kekinian, yang salah satunya hidup bergandengan tangan untuk maju bersama. Dengan kemajuan teknologi informasi, fenomena social enterprise ini mungkin bisa menjadi pilihan masa kini dan ke depan, agar setiap kegiatan usaha tidak lagi berorientasi pada keuntungan pribadi, tetapi lebih kepada kesejahteran bersama.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement