Selasa 11 Aug 2020 01:21 WIB

Peneliti Paparkan Kearifan Masyarakat Adat Tangani Covid

Pandemi Covid-19 mempengaruhi banyak sendi kehidupan, termasuk masyarakat adat.

Ilustrasi.
Foto: ANTARA /Jessica Helena Wuysang
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER, JAWA TIMUR -- Para peneliti di sejumlah negara memaparkan hasil penelitiannya tentang kearifan lokal masyarakat adat atau pribumi dalam menangani pandemi Covid-19 melalui webinar internasional bertema "Indigenous People in Covid-19 Era" yang digelar oleh FISIP Universitas Jember, Jawa Timur, Senin (10/8).

Kegiatan itu merupakan kerja sama dengan Regional Center of Expertise on Education for Sustainable Development (RCE ESD) Asia Pasifik, dan United Nations University menampilkan 13 pembicara dan enam pembicara kunci yakni dari Selandia Baru, Thailand, Bangladesh, India, Korea Selatan, Filipina, Malaysia, Jepang, tuan rumah Indonesia dan negara lainnya.

"Salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat adat Maori di Selandia Baru ternyata mampu survive dari pandemi Covid-19," kata peneliti asal Selandia Baru, Betsan Martin dan Makarena Phillips yang mengamati masyarakat Maori dalam menghadapi pandemi Covid-19 dalam webinar tersebut.

Ia mengatakan tradisi pemuda-pemudi masyarakat Maori yang berusia di atas 18 tahun memiliki kewajiban memberikan bantuan kepada warga lainnya seperti para lanjut usia.

"Mereka menjadi semacam sukarelawan yang membantu warga lain menyediakan makanan dan bantuan lainnya di masa pandemi Covid-19 di kalangan warga Maori," kata Makarena Philips yang juga asli Suku Maori itu.

Sementara peneliti lainnya Martinus Nanang mengatakan dalam observasinya menemukan hanya satu kasus positif Covid-19 dalam masyarakat Dayak di Mahakam Ulu, Kalimantan Timur.

"Hanya ditemukan satu kasus positif Covid-19 dari 1.426 jiwa yang ada dan kondisi itu tidak lepas dari peran tetua suku dan tokoh setempat yang mengimbau warga agar tidak ke luar daerahnya," katanya.

Selain itu, melarang tamu yang akan datang untuk sementara waktu dan larangan itu diperkuat dengan tradisi ritual yang secara mental spiritual mengikat warga Dayak sehingga dipatuhi, serta kondisi alam Mahakam Ulu yang masih susah diakses, sehingga arus ke luar masuk orang tidak terlalu banyak.

Selain menghadapi dampak kesehatan, masyarakat pribumi juga mengalami dampak ekonomi, seperti yang disampaikan oleh Anchasa Pramuanjaroenkij, peneliti dari Kasetsart University yang meneliti kehidupan enam suku pribumi di Provinsi Sakon Nakhon, Thailand.

"Kami melakukan pemberdayaan ekonomi dengan cara mendorong warga pribumi membuat masker dari kain yang mereka tenun dengan pewarna biru indigo organik," katanya.

Menurutnya langkah itu diambil mengingat tidak ada wisatawan yang datang, sementara menjual hasil produk hasil tenun ke luar daerah masih belum diperbolehkan.

Pandemi Covid-19 mempengaruhi banyak sendi kehidupan, dari mereka yang hidup di kota besar hingga penduduk di pelosok gunung yang terpencil, tak terkecuali mempengaruhi kehidupan masyarakat pribumi atau masyarakat adat (indigenous people).

Banyak masyarakat pribumi di belahan dunia yang mampu survive dari pandemi Covid-19 dengan menjalankan kearifan lokal yang dimilikinya, namun peran dan intervensi negara tetap diperlukan untuk menjamin keberlangsungan hidup masyarakat pribumi tersebut.

Sementara itu keberpihakan negara disampaikan langsung oleh Menteri Sosial Juliari P. Batubara yang turut menjadi salah satu pemateri dalam webinar internasional itu.

Menurutnya, Kemensos telah memberikan bantuan dan pendampingan bagi masyarakat adat di Indonesia dalam rangka mencegah pandemi Covid-19 melalui Direktorat Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil.

"Salah satunya memberikan bantuan berupa uang dan pemberian KTP sementara bagi warga orang rimba di Jambi agar mereka bisa mengakses fasilitas kesehatan yang ada," katanya.

Dalam sambutan pembukaannya, Rektor Unej Iwan Taruna berharap kegiatan webinar mampu memberikan rekomendasi dan perspektif baru dalam penanganan pandemi Covid-19, apalagi kawasan Asia memiliki jumlah masyarakat pribumi yang banyak.

"Masyarakat pribumi masih mengalami kendala seperti minimnya akses ke fasilitas kesehatan, buruknya sanitasi, malnutrisi serta faktor lainnya. Oleh karena itu kalangan cendekiawan harus membantu dan negara wajib hadir dengan tetap memperhatikan kearifan lokal yang mereka miliki," katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement