REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hujan meteor Perseid menjadi salah satu fenomena yang dinantikan oleh setiap pengamat langit pada bulan Agustus. Hujan meteori ini disebabkan oleh debu kosmik dan puing-puing yang tertinggal di jalur obit Bumi dari Komet 109P / Swift-Tuttle.
Komet terakhir memasuki tata surya kita pada 1992 dan tidak akan kembali hingga 2126, tetapi kita masih disuguhi sisa-sisa ekornya yang bercahaya setiap tahun.
Dilansir dari laman LAPAN RI, puncak hujan meteor terjadi pada 12-13 Agustus. Hujan meteor ini bisa dilihat tengah malam sampai fajar bahari/nautika berakhir atau 24 menit sebelum matahari terbit. Hujan meteor ini mulai bisa terlihat pad 17 Juli lalu sampai 24 Agustus mendatang. Intensitas maksimum hujan meteor mencapai 60-70 meteor per jam.
Lebih dari 4,5 miliar tahun lalu, komet terbentuk dari gas dan debu yang sama menciptakan Bumi dan planet lain di tata surya. Namun, tidak seperti planet yang mengorbit matahari pada orbit yang lebih melingkar, komet jalur elips.
Saat komet masuk ke tata surya bagian dalam, saat perjalanan matahari membuatnya panas. Hal ini kemudian menyebabkan partikel debu beku pecah menjadi meteor.
Dilihat dari Bumi, debu yang membara dan puing-puing hujan meteor tampak seperti bola api atau bintang jatuh yang melesat di langit malam. Emily Clay dari NASA mengatakan waktu terbaik untuk menyaksikan hujan meteor Perseids pada tahun ini adalah antara pukul 2.00 dan sebelum fajar.
Dari mana pun lokasi Anda melihat tidak masalah, serta tidak dibutuhkan teleskop atau peralatan apapun, tetapi berada di luar jangkauan cahaya terang akan mengoptimalkan tampilan fenomena ini.
Bulan masih akan bersinar sekitar 47 persen di langit. Namun, menurut Bruce McClure dan Deborah Byrd dari EarthSky, hujan menteor Perseid cukup terang untuk mengungguli cahaya. Selama tidak mendung, Anda seharusnya dapat melihat hingga 40 hingga 50 meteor selama puncak hujan.
Jika pukul 2.00 terlalu larut, kapan pun setelah Bulan muncul di langit, Anda bisa mulai menunggu hujan meteor Perseid. Mata Anda akan membutuhkan sekitar 20 menit untuk menyesuaikan diri dengan langit malam sebelum mulai terlihat fenomena yang juga disebut sebagai bintang jatuh ini.
Tahun ini hujan Perseid bertepatan dengan kesempatan untuk melihat Bima Sakti, bersama dengan Venus yang meringkuk di bulan sebagai "Bintang Kejora" menjelang fajar. Meteor bergerak dengan kecepatan sekitar 36 mil per detik, menciptakan gesekan yang pada akhirnya menyebabkan pembakaran.
Pembakaran ini menghasilkan jejak cahaya yang diwarnai oleh senyawa berbeda dalam debu ruang angkasa, Kaya akan natrium, Perseid tampak memiliki corak kekuningan.