REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Materi sosialisasi dalam proses pembinaan ideologi Pancasila harus memiliki keterikatan dengan peserta. Karena itu harus ada sejumlah penyesuaian agar materi yang disampaikan dapat dipahami oleh peserta sosialiasi.
"Selama ini penyampaian materi dalam proses pembinaan ideologi Pancasila hanya bersifat satu arah, akibatnya peserta hanya menghafal tanpa memahami maknanya," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi Kelompok Terpimpin Penyusunan Draf Awal Modul Standarisasi Materi dan Bahan Ajar Metode Pembinaan Ideologi Pancasila Bagi Pejabat Negara, Selasa (11/8).
Diskusi Kelompok Terpimpin yang diikuti Lestari secara daring itu, diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila. Hadir juga sebagai narasumber dalam diskusi tersebut antara lain, Ahmad Doli Kurnia Tandjung (Ketua Komisi II DPR RI), Mahendra Siregar (Wakil Menteri Luar Negeri RI), Rahmat Effendi (Walikota Bekasi), Kisnu Haryo (Tenaga Profesional bidang Politik dan Ideologi Lemhanas) dan sejumlah pejabat di lingkungan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Menurut Rerie sapaan akrab Lestari, pada penyampaian materi dalam pembinaan ideologi Pancasila diharapkan ada tahapan dialog, diskusi hingga kontemplasi atas materi-materi yang disampaikan.
Karena itu, Legislator Partai NasDem itu mengungkapkan, pentingnya peran aktif peserta dalam proses pemahaman ideologi Pancasila.
Seringkali, jelas Rerie, sosialisasi nilai-nilai Pancasila di masa lalu hanya formalitas karena ada kewajiban hadir dari institusi, jadi hasilnya jauh dari esensi forum itu sendiri.
"Dengan aktif dalam proses pemahaman ideologi Pancasila, diharapkan peserta tidak terjebak dalam pemahaman satu arah yang hasilnya hanya sekadar hafal tanpa memahami materi yang disampaikan," ujarnya.
Pada kesempatan itu Rerie menyampaikan pengalamannya saat menyosialisasikan empat konsensus kebangsaan, dengan menerapkan konsep U Theory karya Otto Scharmer.
Menurut dia, U Theory sebagai tawaran model penyampaian bisa dieksplorasi lebih lanjut. Proses inti dalam U Theory adalah observe, retreat-reflect dan act.
Karena itu, jelas Rerie, langkah pertama penyampaian nilai-nilai Pancasila adalah lewat pengoptimalan ruang mendengarkan setiap persepsi dalam perumusan kebijakan.
Mengamati dinamika sosial dampak dari tantangan, membentuk pola pikir positif untuk membangun kesadaran sosial.
“Perwujudan kebijakan pun bersumber dari hasil musyawarah, sehingga pembentukan sistem atau model aksi bisa diimplementasikan,” terangnya.
Menurut Rerie, dengan mendapat masukan dari berbagai pihak, BPIP diharapkan mampu menyiapkan materi atau modul-modul pembinaan ideologi Pancasila yang mudah dipahami dan mudah diaplikasikan oleh masyarakat luas.
Karena, jelas Rerie, upaya pembinaan ideologi Pancasila yang meluas dan menyasar lebih banyak kalangan semakin mendesak, seiring dengan semakin banyaknya masyarakat kurang memahami Pancasila, yang tercermin dari perilaku keseharian masyarakat yang mulai jauh dari nilai-nilai Pancasila.
Sebagai contoh, tambah Rerie, mulai meluas sikap mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan umum dalam hal disiplin menggunakan masker di masa pandemi Covid-19.
"Bila nilai Pancasila yang mendahulukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi dipahami dengan benar oleh masyarakat, tentunya di masa pandemi ini tidak akan terjadi orang abai memakai masker," pungkasnya.