REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penetapan zona risiko penularan Covid-19 yang dijadikan rujukan utama pembukaan sekolah, diminta dievaluasi. Idealnya, setelah dilakukan tes massal secara berkala sesuai yang dianjurkan WHO, yaitu minimal 1 per 1.000 penduduk per pekan.
“Tanpa tes kita akan sulit memetakan penyebaran dan mengambil kebijakan termasuk kebijakan pembukaan sekolah ini. Tentunya kita semua sangat tidak ingin ada penambahan kasus akibat pembukaan sekolah ini,” ujar anggota DPD RI Fahira Idris, dalam keterangannya, Kamis (13/8).
Menurut Fahira, zona hijau dan kuning yang dibolehkan membuka pembelajaran tatap muka harus benar-benar memastikan jumlah tes PCR di daerahnya minimal sudah sesuai target yang ditetapkan WHO. Jika hasil pemeriksaan secara berkala ini tidak ditemukan kasus positif, maka zona hijau yang disematkan pada daerah tersebut bisa dijadikan rujukan jika ingin membuka sekolah.
Namun, kata Fahira, tetap harus sangat hati-hati dan dengan protokol kesehatan ketat serta harus mendapat persetujuan dari kepala sekolah, komite sekolah, dan orang tua siswa. Kata dia, jika jumlah tes PCR-nya masih minim, lebih baik pembelajaran tatap muka jangan dilakukan dulu.
Jika jumlah tes PCR-nya masih minim, walaupun daerah tersebut zona hijau, sekolah sebaiknya jangan dibuka dulu. "Karena jika tes masih minim, daerah belum bisa sepenuhnya bisa memetakan sebaran. Padahal pemetaan ini penting untuk mengidentifikasi kondisi daerah dan sebagai dasar pengambilan kebijakan salah satunya pembukaan sekolah,” ucap Senator DKI Jakarta ini.