REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Universitas Gadjah Mada (UGM) mulai menerapkan penggunaan tanda tangan elektronik (TTE). Hal ini dilakukan demi meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam rangka pelaksanaan proses bisnis.
Rektor UGM Prof Panut Mulyono berharap, penerapan TTE membuat dokumen jauh lebih aman, serta mampu mencegah pemalsuan dan perubahan. Meski begitu, ia membenarkan, perlu sedikit adaptasi dalam penerapan pada awal-awal penggunaannya.
Ia menilai, TTE memiliki keunggulan dalam segi keamanan karena menggunakan kriptografi asimetris. Teknik enkripsi sendiri menggunakan sepasang kunci yang berbeda atau asimetris untuk mengenkripsi dan mendekripsi.
Penerapan TTE di UGM dilaksanakan dengan menggandeng Balai Sertifikasi Elektronik Badan Siber dan Sandi Negara (BSrE BSSN) yang dilakukan pada 2 Juni 2020. Selain UGM, tanda tangan elektronik telah banyak digunakan instansi-instansi lain."Saat ini, sudah banyak yang menggunakan TTE, terutama instansi pemerintahan dan institusi pendidikan," kata Panut.
Panut menerangkan, UGM telah memiliki sistem informasi terintegrasi Simaster yang digunakan dalam berbagai sisi. Ada keuangan, akademik, kepegawaian, persuratan, dan penerapan TTE di UGM itu akan dilakukan secara bertahap kepada Simaster.
Untuk tahap pertama, TTE diterapkan kepada dokumen Kenaikan Gaji Berkala (KGB), dokumen Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI), dokumen Transkrip Nilai dan dokumen pertanggung jawaban dalam proses Pengadaan Barang/Jasa (PBJ).
Sedangkan, penerapan TTE tahap selanjutnya akan diterapkan ke dokumen-dokumen resmi yang diterbitkan UGM. Ada ijazah, dokumen persuratan, pertanggung jawaban keuangan, Letter of Acceptance (LoA), sertifikat, penghargaan dan lain-lain."Penggunanya untuk tahap awal pejabat-pejabat di kantor pusat dan fakultas-fakultas, sesuai dengan kewenangannya dalam menandatangani dokumen resmi. Selanjutnya, bisa dikembangkan untuk tenaga pendidik atau dosen," ujar Panut.