REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alokasi anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 diharapkan bisa diantisipasi setiap kementerian dan lembaga dari sisi teknis pelaksanaannya. Sebab, sebaik apa pun pengalokasian anggaran, bila buruk dalam merealisasikannya, tidak bisa dinikmati manfaatnya oleh masyarakat.
"Alokasi RAPBN 2021 itu sebagian besar untuk upaya percepatan sejumlah program, seperti di sektor kesehatan dan pendidikan. Sudah seharusnya perencanaan anggaran itu juga diantisipasi oleh kementerian terkait agar realisasinya sesuai perencanaan," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/8).
Lestari bercermin dari kondisi pada tahun ini, ketika pemerintah mengalokasikan anggaran untuk percepatan sejumlah program mengatasi krisis dampak Covid-19, tetapi realisasinya tidak sesuai rencana, karena pelaksanaannya tidak secepat yang diharapkan.
"Kesiapan aparatur negara dalam teknis pelaksanaan di lapangan dalam merealisasikan program sangat menentukan," ujar Rerie, sapaan akrab Lestari.
Apalagi, jelas Legislator Partai NasDem itu, ada tradisi politik anggaran birokrasi yang kurang baik, yang selalu memicu belanja di akhir tahun. Selain itu, tambahnya, pencairan anggaran dari kementerian dan lembaga sangat birokratis dan panjang (berbelit-belit) dengan alasan clear and clean sebagai bagian dari akuntabilitas keuangan negara terhadap publik.
Rerie berharap, kondisi serupa tidak terjadi pada realisasi RAPBN 2021.
Sebagai contoh, dalam pidato penyampaian RUU APBN 2021 dan Nota Keuangan pada Rapat Paripurna DPR-RI Tahun Sidang 2020-2021 di gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat (14/8), Presiden RI Joko Widodo menyampaikan alokasi anggaran kesehatan Rp 169,7 triliun.
Mengutip pidato Presiden, ujar Rerie, anggaran kesehatan yang direncanakan sebesar Rp 169,7 triliun atau setara 6,2 persen APBN itu, terutama untuk peningkatan dan pemerataan dari sisi pasokan serta dukungan untuk pengadaan vaksin, meningkatkan nutrisi ibu hamil dan menyusui, balita, penanganan penyakit menular.
Pemerintah juga menganggarkan Rp 549,5 triliun untuk pendidikan di RAPBN 2021. Anggaran itu untuk menunjang rencana reformasi pendidikan.
Dalam pidato tersebut, ujar Rerie, Presiden menyampaikan bahwa pelaksanaan reformasi fundamental harus dilakukan yaitu dalam reformasi pendidikan, reformasi kesehatan, reformasi perlindungan sosial, dan reformasi sistem penganggaran dan perpajakan.
"Dengan tujuan untuk mereformasi sejumlah sektor yang fundamental seperti sektor kesehatan dan pendidikan, sebaiknya pemerintah lebih dulu melakukan reformasi cara kerja birokrasinya, agar semua yang diprogramkan bisa dinikmati rakyat sesuai yang direncanakan," pungkasnya.
Alokasi anggaran kesehatan misalnya, menurut Rerie, harus bisa memastikan bahwa saat vaksin anti Covid-19 sudah tersedia, masyarakat bisa segera mengakses vaksin tersebut dengan baik. Demikian juga dengan alokasi anggaran pendidikan pada RAPBN 2021, tegas Rerie, benar-benar harus tercapai reformasi pendidikan yang diharapkan.
Antara lain, ujarnya, dalam bentuk peningkatkan kualitas SDM pendidikan terkait kemampuan adaptasi, teknologi, peningkatan produktivitas melalui pengetahuan ekonomi di era industri 4.0.