REPUBLIKA.CO.ID, Facebook menghapus sebanyak hampir 800 grup yang ada di jejaring media sosial tersebut, karena diduga terkait dengan kelompok teori konspirasi sayap kanan QAnon pada Rabu (19/8). Selain itu, lebih dari 1.500 iklan dan 100 halaman yang juga berhubungan telah dihapus, sebagai upaya yang perusahaan ini katakan membatasi tindakan kekerasan.
Dalam sebuah unggahan blog, Facebook mengatakan tindakan tersebut adalah bagian dari tindakan kebijakan individu dan organisasi berbahaya yang lebih luas untuk menghapus, serta membatasi konten yang telah menyebabkan kekerasan di dunia nyata. Kebijakan tersebut juga akan berdampak pada kelompok milisi dan organisasi protes politik seperti Antifa.
“Kami tetap akan mengizinkan orang-orang untuk mengunggah gerakan dan kelompok ini, selama mereka tidak melanggar kebijakan konten, kami akan membatasi kemampuan mereka untuk mengatur di platform kami," ujar pernyataan Facebook, dilansir Digital Trends, Kamis (20/8).
Pendukung QAnon meyakini konspirasi, disebut sebagai deep state, yang mengatakan bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sedang bekerja untuk memberantas pedofilia dan Setanisme di negara itu. Para ahli teori konspirasi baru-baru ini terjebak dalam krisis kesehatan terkait infeksi virus corona jenis baru (Covid-19), menyebutnya sebagai bioweapon atau senjata biologis.
Teori konspirasi QAnon menjadi populer setelah kontroversi seputar Pizzagate, di mana seorang pria membawa pistol ke restoran pizza, mengklaim bahwa dia akan menemukan korban pelecehan anak. Grup tersebut juga telah dikaitkan dengan lusinan insiden kekerasan lainnya yang berasal dari teori tak berdasar yang dibagikan di grup Facebook pribadi dan fitur pesan.
Facebook mengambil tindakan terhadap QAnon awal bulan ini, ketika menarik kelompok berpengaruh dengan lebih dari 200 ribu anggota. Tetapi langkah terbaru yang dilakukan mungkin menjadi paling substansial dari raksasa media sosial itu. Perusahaan mengatakan akan membatasi konten QAnon agar tidak muncul di tab rekomendasinya, mengurangi kontennya di hasil pencarian, dan melarang akun dan grup terkait untuk memonetisasi konten, menjual produk, penggalangan dana, dan membeli iklan di Facebook dan Instagram.
Perusahaan berencana untuk terus menyelidiki bagaimana QAnon beroperasi pada platformnya, dengan mengamati terminologi dan simbolisme khusus yang digunakan oleh pendukung untuk mengidentifikasi bahasa yang digunakan oleh kelompok dan gerakan ini yang mengindikasikan kekerasan, serta mengambil tindakan yang sesuai. Dalam beberapa bulan terakhir, situs media sosial lain seperti Twitter dan TikTok telah melarang dan menonaktifkan tagar QAnon populer dan akun untuk perilaku tidak autentik, terkoordinasi dan untuk menyebarkan disinformasi.
Meski demikian, QAnon mungkin tak akan menghilang sepenuhnya. Para ahli menyebut anggota QAnon sangat pandai beradaptasi dengan ekosistem online, dan beberapa pendukung kelompok ini telah memenangkan pemilihan pendahuluan untuk jabatan publik pada platform yang mewakili teori konspirasi yang dibagikan dalam grup.