REPUBLIKA.CO.ID, CAMBRIDGE -- Studi terbaru yang digagas para akademisi Harvard mengungkap pertahanan terbaik untuk melawan depresi. Penelitian menyoroti berbagai cara untuk mengatasi krisis kesehatan mental yang semakin merebak selama pandemi.
Hasil riset telah terbit dalam Journal of Psychiatry. Para peneliti menggunakan data fenotipik dan genomik dari sekitar 100 ribu peserta Biobank Inggris. Mereka lantas secara sistematis menyaring dan memvalidasi berbagai faktor potensial penangkal depresi.
Terdapat dua tahap pendekatan guna memvalidasi beberapa target yang dapat ditindaklanjuti untuk mencegah depresi. Dijumpai bahwa tidak semua faktor terkait depresi dalam penelitian observasional dapat diterjemahkan menjadi target pencegahan yang kuat.
Pendekatan luas berskala besar yang didapat kemudian dikombinasikan dengan metode yang diinformasikan secara genetik untuk inferensi kausal. Dengan demikian, para peneliti mendapat prioritas strategi untuk pencegahan depresi di ranah psikiatri.
Analisis ekstensif mengidentifikasi sosialisasi sebagai pertahanan yang paling berdampak terhadap pencegahan gejala depresi. Beberapa cara efektif yakni curhat pada teman serta menikmati waktu senggang dengan keluarga dan orang tersayang.
Hasil yang sama didapatkan ketika para peneliti menyesuaikan dengan genetika dan kondisi trauma. Sebaliknya, terlalu banyak tidur siang, kebiasaan menonton TV, diet, dan akses media berlebihan diketahui secara prospektif mengarah pada risiko depresi.
Penulis utama studi, Jordon Smoller, menyatakan bahwa depresi sangat merugikan individu, keluarga, dan masyarakat. Sayangnya, masih sangat sedikit cara pencegahan yang diketahui, sehingga perlu ada tindak lanjut pengembangan strategi menangkalnya.
Smoller menyampaikan pula bahwa pandemi Covid-19 secara langsung meningkatkan jumlah pengidap depresi. Masyarakat takut kehilangan seseorang akibat pandemi, cemas saat mengalami gejala tertentu, serta memikirkan kapan keadaan kembali normal.
Profesor psikiatri di Sekolah Kedokteran Harvard itu menyarankan agar semua orang tetap terhubung dengan jejaring sosial, namun tetap mengikuti pedoman kesehatan. Anjuran Smoller, manfaatkan dengan optimal layanan perpesanan dan platform komunikasi virtual.
Apabila kondisi memungkinkan untuk mengunjungi sahabat dan keluarga, pastikan untuk tetap menjaga jarak. Jangan lupa mengenakan masker dan patuhi berbagai tindakan pembatasan fisik lain. Sebelum pergi, telepon dan tanyakan kondisi orang yang akan didatangi.
"Faktor paling menonjol (untuk mencegah depresi) adalah frekuensi curhat pada orang lain, juga kunjungan ke keluarga dan teman, yang semua menyoroti efek perlindungan penting dari hubungan sosial dan kohesi sosial," kata Smoller, dikutip dari laman The Ladders, Jumat (21/8).