REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama masa lockdown, masyarakat dunia banyak yang mengonsumsi minuman kaleng. Hal ini menyebabkan terjadinya lonjakan penjualan dan akhirnya produsen menghadapi kekurangan yang besar di sisi persediaan kaleng.
Managing Director Brothers Cider, Matthew Showering mengatakan, bisnisnya menghadapi tekanan nyata setelah lockdown di Inggris membuat pembeli berbondong-bondong membeli minuman kaleng. Ia mengungkapkan, permintaan telah meningkat pesat sejak April.
“Setiap bulan adalah pertempuran untuk memenuhi kebutuhan kami,” katanya seperti dilansir dari laman The Sun, Selasa (25/8).
Menurut Showering, perusahaan membutuhkan 15 juta kaleng, namun produsen kaleng hanya mampu memasok tiga juta. Duncan O'Brien, pendiri bisnis minuman ringan Dalston Cola mengatakan, ini semua tentang kapasitas produksi. Merek yang lebih kecil berada pada posisi yang kurang menguntungkan saat menangani masalah perkalengan.
"Produsen kaleng mengutamakan merek besar. Tidak ada yang mau melakukan pergantian, di situlah pebisnis minuman kaleng benar-benar kehilangan uang mereka."
O'Brien menyebut, "Ini adalah permainan yang aneh karena mereka mendapatkan lebih banyak margin dari merek-merek seperti kami, tetapi volumenya sangat bagus dengan orang-orang besar."
Tetapi bos salah satu pemasok minuman besar mengatakan perencanaan adalah kunci untuk mendapatkan pasokan.
"Kaleng jelas lebih sulit didapat tetapi jika Anda merencanakannya dengan cukup baik, itu tidak terlalu buruk, jika Anda ingin mendapatkan 1.000 kaleng besok pagi, Anda akan memiliki masalah besar."