REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan survei kesiapan sekolah tatap muka yang dilakukan secara daring kepada 6.729 sekolah. Selain itu KPAI juga memeriksa secara langsung 30 sekolah.
Berdasarkan survei tersebut, KPAI menemukan sejumlah kendala di lapangan seperti kurangnya panduan yang jelas dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang tidak mencukupi. "Pembiayaan penyiapan infrastruktur adaptasi kebiasaan baru hanya mengandalkan dana rutin yaitu dana BOS. Ada beberapa yang menggunakan BOSDA. Padahal BOS ini juga digunakan untuk beli kuota internet guru dan membayar gaji guru honorer," kata Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti, dalam telekonferensi, Kamis (27/8).
Selain itu, KPAI meragukan kesiapan pembukaan sekolah dilakukan secara sungguh-sungguh. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus benar-benar memastikan kesiapan sekolah dalam menggelar pembelajaran tatap muka.
Terkait masalah-masalah tersebut, KPAI mengeluarkan sejumlah rekomendasi. Rekomendasi pertama yakni KPAI mendorong dinas di berbagai daerah untuk mulai memberikan panduan dan pendanaan penyiapan buka sekolah. Dana BOS menurut kepala sekolah tidak cukup untuk membiayai penyiapan infrastruktur kenormalan baru karena digunakan untuk keperluan operasional sekolah lainnya.
Selain itu, KPAI juga mendorong orang tua yang tergabung dalam komite sekolah untuk ikut mengawasi penyiapan infrastruktur buka sekolah. Orang tua juga perlu memahami bagaimana adaptasi kenormalan baru agar bisa mengajarkannya kepada anak. Harapannya ketika pembelajaran tatap muka dilakukan, anak sudah mengetahui apa yang boleh dan tidak dilakukan selama masa pandemi ini.
Protokol kenormalan baru di sekolah harus ditempel di seluruh ruangan kelas sehingga dapat dibaca oleh warga sekolah. Pemenuhan infrastruktur ini harus benar-benar diawasi, bukan hanya dari pemerintah namun juga lingkungan sekolah.
KPAI juga menyarankan dilakukan tes PCR kepada guru dan siswa sebelum sekolah dibuka kembali. Hal ini dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat yang kemudian menemukan sejumlah siswa dan guru terpapar Covid-19. Fakta tersebut kemudian menjadi dasar pemerintah setempat untuk menunda pembukaan sekolah.
Retno juga menegaskan, pembukaan sekolah harus berdasarkan adaptasi kebiasaan baru. "Pihak sekolah harus melakukan edukasi, tidak sekadar sosialisasi adaptasi kebiasaan baru," kata dia lagi.
Lebih lanjut, terkait pembukaan SMK, Retno juga mendorong agar pemerintah pusat dan daerah memastikan kesiapan secara total. Sekolah harus dipandu dan didampingi, serta dipastikan pendanaannya memadai agar seluruh warga sekolah terlindungi. "Kalau belum siap, tunda buka sekolah, meski hanya praktik," kata dia lagi.